Feature

"Kami Hanya Mencari Uang": Jeritan Pedagang Pasar Subuh yang Lapak Jualannya Dibongkar Hari Ini

Jumat, 9 Mei 2025 16:59

PEDAGANG - Bu Ida, salah satu pedagang Pasar Subuh Samarinda/Arusbawah.co

Pasar Subuh dinilai bukan hanya ruang ekonomi, tapi juga bentuk komunitas sosial.

Mereka memiliki paguyuban arisan yang telah berjalan lama dan menjadi tumpuan solidaritas antar pedagang.

Dalam seminggu, arisan itu bisa mengumpulkan lebih dari Rp23 juta. Kini, semua itu terancam bubar.

“Andai kata ada mediasi, kami cuma pengen paling enggak ditunda sampai selesai kami punya arisan. Itu saja. Kami nggak akan menolak. Yang penting jelas,” kata Farida.

Menurut para pedagang, Pasar Subuh bukanlah pasar ilegal.

Mereka tidak menempati lahan secara gratis.

Setiap per tiga bulan, mereka membayar Rp1 juta kepada pemilik tanah, meski tidak pernah diminta.

Namun, meski para pedagang sudah bersikap tertib dan sadar diri, mereka tetap digusur paksa.

Pasar Subuh juga memiliki sejarah panjang yang tidak dimiliki pasar tradisional lain.

Awalnya dikenal sebagai Pasar Babi pada era 1960-an karena menjual aneka daging khas seperti daging anjing, babi, katak, hingga ular, yang menjadi kebutuhan komunitas Tionghoa.

Pada tahun 1978, para pedagang mulai menempati lokasi saat ini, yang kini telah digusur oleh pemerintah Kota Tepian.

“Saya generasi kedua. Saya hanya meneruskan usaha orang tua. Ini bukan cuma tempat dagang, ini warisan budaya, tradisi. Saat Imlek, orang luar negeri datang ke sini cari bahan. Ini pasar khas,” ujarnya.

Mulai dari daging anjing, katak, hingga ular, pasar Subuh menawarkan produk yang tak ditemukan di pasar lain di Kota Tepian ini.

Karena itu, pelanggan loyal terutama dari komunitas Tionghoa tetap datang meski harga sedikit lebih mahal.

Kini, semua itu terancam hilang begitu saja.

“Kalau digusur, keunikannya hilang. Di pasar baru tidak ada seperti ini. Mereka datang ke sini karena tahu dari generasi ke generasi. Ini bukan pasar biasa,” tambahnya.

Farida menilai Pemerintah Kota Samarinda tidak adil dalam menangani persoalan ini.

Para pedagang merasa ditindas oleh kekuasaan yang tak peduli dengan realitas ekonomi mereka.

Tag

MORE