"Jadi kami tolak, lalu ada solusi dari Otorita, mengatakan bahwa lahan ADP yang dikuasai oleh masyarakat selama 10 tahun, maka dia dibayarkan. Bunyinya begitu," katanya.
"Tetapi, tidak bisa dibayarkan apabila tidak ada rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kalau sudah dapat rekomendasi itu bukan masuk kawasan, maka sudah bisa dibayarkan oleh negara. Karena kalau tak ada rekomendasi, mereka bilang seperti negara bayar negara," lanjutnya.
Hal-hal inilah yang dinilai Yusuf dan kawan-kawan lainnya, seperti sedang dibuat pusing oleh negara.
Mereka merasa diputar-putar soal kebijakan untuk status lahan yang sudah ditinggali bertahun-tahun oleh mereka sendiri.
"Janji terus, tadi diberikan janji. Warga seperti diputar putar, diberi ini tapi dikasih syarat. Mereka ini hanya memberikan harapan-harapan kosong kepada warga," katanya.
Sebagai informasi, sekitar 2000an hektar hektare (ha) lahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) masih belum dibebaskan.
Lahan yang belum bebas itu nantinya akan digunakan untuk tol IKN seksi 6A dan 6B serta kawasan penanggulangan banjir Sepaku.
Untuk mengurai persoalan pembebasan lahan ini, pemerintah siapkan pola dengan menggunakan Penanganan Sosial Dampak Kemasyarakatan (PSDK) Plus.
Dalam teknisnya, PSDK Plus akan mengatur soal ganti rugi lahan melalui Surat Keputusan atau SK Gubernur Kalimantan Timur.
Soal anggarannya, akan menggunakan anggaran Kementerian PUPR. (pra)
Tag