Arus Terkini

Cerita Kebingungan Warga Pemaluan soal Status Lahan di IKN, Merasa Dibuat Ribet oleh Negara

Kamis, 19 September 2024 13:37

Potret lokasi dekat Pemaluan, Sepaku IKN dimana menjadi tempat pengangkutan material untuk pembangunan IKN/ Foto: YT Export Entertainment

ARUSBAWAH.CO - Persoalan pembebasan lahan di Pemaluan, Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, yang juga masuk kawasan Ibu kota Nusantara (IKN) masih jadi masalah bagi masyarakat sekitar.

Tercatat misalnya, untuk warga di Pemaluan, ada lima kali demo dilakukan masyarakat yang menolak soal pemberian santunan dalam pola pembebasan lahan.

Yusuf Ibrahim, Koordinator Gerakan Solidaritas Masyarakat PPU, adalah sosok yang getol menyuarakan persoalan ini.

Kepada Arusbawah.co, ia menceritakan persoalan yang dihadapi ribuan warga Pemaluan, Sepaku, PPU itu.

"Ada 2912 hektar di Titik 0 IKN, Pemaluan, Sepaku. Lahan 2912 hektar itu sudah ada sertifikatnya, ada sudah di pemetaan," ucapnya, Rabu (18/9/2024) malam.

"Banyak warga di sana. Ada lebih 1000 warga," katanya lagi.

Klaim dari Yusuf Ibrahim, masyarakat sudah tinggal puluhan tahun di lokasi itu, bahkan sebelum datangnya Otorita IKN.

Namun, setelah Otorita datang, mereka justru kini tak jelas perihal status kepemilikan lahan.

Pemerintah menilai lahan yang mereka punyai itu kini berstatus ADP (aset dalam penguasaan) negara.

"Kita bantah di situ, kok warga menguasai lahan ADP, padahal sebenarnya ADP yang menguasai lahannya warga. Kan terbalik," ucapnya.

Tak hanya berstatus ADP, ada pula beberapa rumah-rumah warga yang dikatakan Yusuf Ibrahim dianggap sebagai lahan hutan produksi.

"Bahkan rumah warga, itu dianggap hutan produksi, oleh Kementerian Kehutanan," katanya.

Tak ada kejelasan soal status lahan warga inilah yang membuat Yusuf Ibrahim dan para tokoh-tokoh warga di Pemaluan terus lakukan aksi demo.

Apalagi, mereka dengar, di kawasan Pemaluan itu nantinya akan diplot untuk perluasan IKN.

"Ya untuk perluasan IKN, termasuk tol," ucap Yusuf Ibrahim.

Dari keterangan Yusuf, dalam rentetan aksi demo mereka, memang dari pemerintah sudah pernah menawarkan solusi untuk penggantian lahan warga itu. Tetapi, jumlah dan polanya mereka tidak setujui.

Yusuf menilai, yang ditawarkan pemerintah itu adalah santunan, bukan lagi ganti rugi.

"Kemarin sebelum kami aksi, mereka (Satgas IKN) mau kasih tali asih. Namanya santunan," ucapnya.

Santunan itu, diberikan sesuai dengan tanam tumbuh di lahan tersebut.

"Lahannya tidak dihargai. Yang dihargai cuma keringat hasil tanam tumbuhnya. Nominalnya bervariasi. Misalnya untuk sawit, per pohon dihargai Rp 1,2 juta per pohon. Itu sangat kecil. Kan ini santunan. Yang namanya santunan ya begitu. Bukan ganti rugi, tapi ganti buntung," ujarnya.

"Ini yang ditolak warga, yang membuat kami demo," katanya lagi.

Beberapa pertemuan pun kemudian berlangsung usai aksi-aksi demo yang mereka lakukan.

"Usai aksi yang keempat, ada pertemuan rapat di Titik 0. dihadiri PJ Gubernur dan lainnya. Di situ, ditawarkan PDSK (Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan), itu juga santunan. Kami tidak terima, kami demo lagi," ujarnya.

Terakhir, demo yang mereka lakukan terjadi pada 18 September 2024 lalu. Dari sana, muncul lagi opsi solusi dari Otorita IKN.

"Jadi kami tolak, lalu ada solusi dari Otorita, mengatakan bahwa lahan ADP yang dikuasai oleh masyarakat selama 10 tahun, maka dia dibayarkan. Bunyinya begitu," katanya.

"Tetapi, tidak bisa dibayarkan apabila tidak ada rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kalau sudah dapat rekomendasi itu bukan masuk kawasan, maka sudah bisa dibayarkan oleh negara. Karena kalau tak ada rekomendasi, mereka bilang seperti negara bayar negara," lanjutnya.

Hal-hal inilah yang dinilai Yusuf dan kawan-kawan lainnya, seperti sedang dibuat pusing oleh negara.

Mereka merasa diputar-putar soal kebijakan untuk status lahan yang sudah ditinggali bertahun-tahun oleh mereka sendiri.

"Janji terus, tadi diberikan janji. Warga seperti diputar putar, diberi ini tapi dikasih syarat. Mereka ini hanya memberikan harapan-harapan kosong kepada warga," katanya.

Sebagai informasi, sekitar 2000an hektar hektare (ha) lahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) masih belum dibebaskan.

Lahan yang belum bebas itu nantinya akan digunakan untuk tol IKN seksi 6A dan 6B serta kawasan penanggulangan banjir Sepaku.

Untuk mengurai persoalan pembebasan lahan ini, pemerintah siapkan pola dengan menggunakan Penanganan Sosial Dampak Kemasyarakatan (PSDK) Plus.

Dalam teknisnya, PSDK Plus akan mengatur soal ganti rugi lahan melalui Surat Keputusan atau SK Gubernur Kalimantan Timur.

Soal anggarannya, akan menggunakan anggaran Kementerian PUPR. (pra)

Tag

MORE