Total dana yang digunakan dalam kerja sama ini mencapai Rp 25,88 miliar.
Namun, kerja sama yang dilakukan tanpa persetujuan Badan Pengawas dan Gubernur selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM).
Selain itu, tidak ada proposal, studi kelayakan, rencana bisnis pihak ketiga, maupun manajemen risiko yang jelas dalam perjanjian itu.
“Tidak ada mekanisme yang sesuai aturan. Semua dijalankan tanpa kajian bisnis yang benar,” kata Toni.
Akibat dari pengelolaan yang buruk itu, kerja sama gagal dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 21,2 miliar, sebagaimana hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltim.
Kejati Kaltim tegaskan bahwa penyelidikan masih terus berlangsung untuk menelusuri aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain.
“Kami berkomitmen menuntaskan perkara ini dan memastikan seluruh pihak yang bertanggung jawab mendapatkan hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Toni.
