“Kalau kita bicara soal siapa yang bertanggung jawab, saya rasa Universitas Mulawarman. Karena merekalah pemegang kuasa atas kawasan itu,” ucap Mareta kepada redaksi Arusbawah.co di hari yang sama.
Ia menyebut bahwa pada periode 2007-2013 JATAM mencatat pencemaran dan gangguan lingkungan dari perusahaan di sekitar KHDTK.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Binuang Mitra Bersama, CV Rinda Kaltim Anugerah (RKA) dan PT Cahaya Energi Mandiri (CEM).
“Tambang itu nggak bisa berhenti di satu titik. Dia pasti meluas. Kalau dibiarkan, bisa jadi kawasan pendidikan ini hilang,” kata Mareta.
Mareta menegaskan bahwa jika kawasan KHDTK berubah fungsi tanpa sepengetahuan KLHK, maka statusnya bisa dicabut.
Hal itu tercantum dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan.
“Kalau tidak dilaporkan, status KHDTK-nya bisa dicabut. Itu fatal. Universitas harus bertindak,” pungkas Mareta.
Tag