ARUSBAWAH.CO – Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) milik Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda diserobot oleh aktivitas tambang ilegal alias tambang koridoran.
Berdasarkan temuan Fakultas Kehutanan Unmul, sekitar 3,2 hektare kawasan hutan yang diperuntukkan untuk pendidikan, penelitian, dan pelatihan itu telah ditambang tanpa izin.
“Pertama saya luruskan dulu, itu bukan Kebun Raya. Namanya KHDTK Diklat Kehutanan Fahutan Unmul. Jadi harus jelas, karena beda jauh secara nomenklatur,” tegas Rustam Fahmy, Dosen Fakultas Kehutanan Unmul, saat dihubungi redaksi Arusbawah.co melalui telepon, Senin (7/4/2025).
Ia menjelaskan, kawasan KHDTK itu terletak di Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara, dan secara administrasi masuk dalam kawasan hutan yang statusnya dikelola langsung oleh Fakultas Kehutanan Unmul.
Tambang ilegal itu disebut Rustam terjadi saat momen Lebaran, ketika aktivitas akademik sedang sepi.
“Mereka masuk saat kita mudik. Kami temukan tambangnya setelah itu, dan langsung kirim laporan ke Gakum,” katanya.
Rustam menyebutkan bahwa pelaku tambang sebenarnya memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan), tapi aktivitas mereka sudah melampaui batas konsesi yang legal.
“IUP-nya ada, tapi mereka menambang masuk ke kawasan kami. Itu yang bikin ilegal,” tegasnya.
Berdasarkan pemantauan mereka menggunakan drone dan analisis peta, luas tambang ilegal yang masuk ke kawasan KHDTK mencapai 3,26 hektare.
Pihaknya pun telah menyerahkan peta itu ke Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) untuk diverifikasi.
Menurut Rustam, itu bukan kali pertama kawasan KHDTK terdampak tambang.
Rustam mengungkapkan bahwa sebelumnya air limbah tambang pernah mencemari kawasan, bahkan pernah menyebabkan longsor di hutan pendidikan itu.
“Kita sudah lapor sejak Agustus 2024 lalu, tapi aktivitas mereka pelan-pelan merambat terus,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa tim dari Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup (GAKKUM) dan Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) serta Dinas Kehutanan Kaltim telah turun langsung ke lokasi.
Kini aktivitas tambang itu menurut Rustam dalam penanganan aparat penegak hukum.
Ia mengungkapkan bahwa laporan resmi juga akan segera disampaikan Dekan Fakultas Kehutanan Unmul.
Sementara itu, Mareta Sari dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim menyebutkan bahwa persoalan tambang di kawasan KHDTK bukan hal baru.
Berdasarkan catatan JATAM, sudah sejak 2007 kawasan itu dikepung oleh lima perusahaan tambang.
“Kalau kita bicara soal siapa yang bertanggung jawab, saya rasa Universitas Mulawarman. Karena merekalah pemegang kuasa atas kawasan itu,” ucap Mareta kepada redaksi Arusbawah.co di hari yang sama.
Ia menyebut bahwa pada periode 2007-2013 JATAM mencatat pencemaran dan gangguan lingkungan dari perusahaan di sekitar KHDTK.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Binuang Mitra Bersama, CV Rinda Kaltim Anugerah (RKA) dan PT Cahaya Energi Mandiri (CEM).
“Tambang itu nggak bisa berhenti di satu titik. Dia pasti meluas. Kalau dibiarkan, bisa jadi kawasan pendidikan ini hilang,” kata Mareta.
Mareta menegaskan bahwa jika kawasan KHDTK berubah fungsi tanpa sepengetahuan KLHK, maka statusnya bisa dicabut.
Hal itu tercantum dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan.
“Kalau tidak dilaporkan, status KHDTK-nya bisa dicabut. Itu fatal. Universitas harus bertindak,” pungkas Mareta.