Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
Regulasi tingkat global seperti Regulasi Uni Eropa tentang Anti Deforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR) dan Arahan Kewajiban Uji Tuntas Keberlanjutan Perusahaan (Corporate Sustainability Due Diligence Directive/ CSDDD) yang diterapkan beberapa tahun ke depan memunculkan pertanyaan terkait dampaknya dan mekanisme perlindungan buruh.
Pertemuan jaringan TPOLS dengan perwakilan dari Uni Eropa awal Desember lalu menegaskan bahwa regulasi internasional perlu memiliki akses terhadap keadilan yang bisa diakses oleh serikat buruh.
Uli Arta Siagian dari Walhi Eksekutif Nasional menegaskan bahwa “penyerahan aspek perlindungan buruh pada peraturan nasional tidak akan efektif di situasi ketika peraturan nasionalnya tidak berpihak pada buruh.
Kekosongan hukum ini mendapat perhatian dari Sawit Watch. Hotler “Zidane” Parsaoran, dari Sawit Watch menggarisbawahi bagaimana UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang digunakan saat ini kurang representatif untuk melindungi buruh perkebunan sawit.
Menurutnya, lanskap dan kondisi kerja di perkebunan sawit cenderung berbeda dibandingkan industri sektor manufaktur.
“Hal ini bisa dilihat dari kebutuhan kalori yang jauh lebih tinggi, dan penerapan beban kerja yang didasarkan pada tiga hal: target tonase, target luas lahan, dan target jam kerja. Masalah-masalah dasar seperti hubungan kerja, K3, sanitasi, air bersih yang cukup, fasilitas kesehatan tidak disediakan dengan layak oleh perusahaan” ujarnya.
Sebelumnya, telah ada upaya mendorong Rancangan Undang-Undang Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit.
Tag