Sedangkan Tugu Pesut yang kerjakan Pemkot Samarinda menjadi yang paling unggul. Sebab penggunaan material yang ramah lingkungan, dengan penggunaan bahan baku utama HDPE daur ulang dari sampah tutup botol, tugu ini menjadi simbol komitmen Kota Samarinda dalam mengelola sampah dan menjaga kelestarian lingkungan, khususnya Sungai Mahakam dan Sungai Karang Mumus.
Perancang tugu dari CV Evolution Vergian Septiandy mengungkapkan bahwa pemilihan bahan daur ulang ini memiliki makna yang mendalam.
Lantaran pihaknya ingin memicu diskusi publik tentang masalah lingkungan, terutama terkait pengelolaan sampah plastik.
“Selama ini belum banyak karya seni publik di Samarinda yang mengangkat isu lingkungan secara eksplisit,” ucapnya.
Selain itu, dijelaskannya juga kalau pemakaian dari Tugu Pesut ini menjadi bentuk nyata untuk menuju penggunaan material ramah lingkungan.
Dia berharap, masyarakat juga bisa melihat, bahwa bangunan ini bukan hanya sekadar landmark, tetapi bagaimana kepedulian tentang sampah bisa dibangkitkan dan menjadi gerakan baru untuk mengurangi sampah.
“Ini tentang permasalahan persampahan kota. Bagaimana meneglola sampah yang tidak bisa hanya dari pemerintah, tapi perlu dukungan Masyarakat untuk mengurangi sampah, khususnya plastik, yang mana diketahui butuh lebih dari 400 tahun plastic bisa hancur,” pungkasnya.
Sementara terkait Tugu PKK Bontang yang banyak dikritik masyarakat juga menuai sorotan tajam dari Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam.
Pertama kata dia, detail patung Burung Kuntul Perak, dinilai belum sempurna.
Tag