Arus Terkini

Penjaga Bumi yang Terabaikan, Masyarakat Adat Kalimantan Menantang Dunia

Rabu, 30 Oktober 2024 12:23

Warga-Sungai-Utik-Kalimantan-Barat-sedang-melakuan-pemantauan-populasi-rangkong-di-hutan-adatnya.-Copyright_-©-Rekam-Nusantara-Foundation_Iban-Manua-Sungai-Utik-scaled.jpg

Di sisi lain, sebagai aktor utama penjaga keanekaragaman hayati, pengakuan terhadap masyarakat adat masih minim.

Data PADI Indonesia dan JKPP menunjukkan bahwa pengakuan masyarakat adat di Kalimantan Utara baru ada di 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Bulungan.

“Untuk jumlah komunitas adat yang telah mendapatkan pengakuan hingga saat ini baru ada 19 Komunitas yang tersebar di 3 kabupaten tersebut.” ucap Among, sebagai Direktur Eksekutif PADI Indonesia yang merupakan pendamping dari Komunitas Adat Punan Tugung.

Masyarakat Adat bukanlah yang menyebabkan kehilangan keanekaragaman hayati dan perubahan iklim, tetapi mereka adalah garda terdepan pelindung biodiversitas dan sebagai pihak yang akan terdampak langsung terhadap kehilangan biodiversitasnya. Oleh karenanya, pengakuan formal bagi Masyarakat Adat dan dukungan dari masyarakat dunia tentang perlindungan dan kontribusi masyarakat adat dalam pengelolaan keanekaragaman hayati sangat kami butuhkan,tambah Among.

Masyarakat adat di Kalimantan pada kenyataannya bukan merupakan satu-satunya yang sedang berusaha mendapatkan pengakuan atas status dan ruang hidupnya.

Tidak hanya di Indonesia, proses negosiasi dalam COP16 CBD untuk penghoramatan dan pengakuan hak masyarakat adat dan komunitas lokal yang telah terbukti berkontribusi pada perlindungan keanekaragaman hayati dan secara tidak langsung juga berkontribusi dalam pencapaian target 3 KM-GBF, yang berjalan dengan cukup alot.

Padahal, penghormatan terhadap hak dan pengakuan terhadap ruang hidup masyarakat adat dan komunitas lokal merupakan prasyarat utama bagi masyarakat adat untuk bisa melangsungkan praktik pengelolaan ekosistem berkelanjutan yang telah terbukti berhasil melindungi keanekaragaman hayati.

Yoki Hadiprakarsa dari Yayasan Rekam Nusantara menuturkan “Perjuangan masyarakat adat dalam menjaga dan mengelola hutan adat secara berkelanjutan sudah sejak lama dilakukan. Karenanya, perlu terus dukungan teknis dan pendanaan oleh para pihak untuk memastikan upaya pengelolaan melalui pemantauan keanekaragaman hayati terus berjalan, sebagai bentuk nyata kontribusi masyarakat adat dalam implementasi KM-GBF di Indonesia. Terpenting, untuk terus memberikan manfaat luarbiasa, untuk Indonesia dan masyarakat global”. (pra)

Tag

MORE