Arus Terkini

Penjaga Bumi yang Terabaikan, Masyarakat Adat Kalimantan Menantang Dunia

Rabu, 30 Oktober 2024 12:23

Warga-Sungai-Utik-Kalimantan-Barat-sedang-melakuan-pemantauan-populasi-rangkong-di-hutan-adatnya.-Copyright_-©-Rekam-Nusantara-Foundation_Iban-Manua-Sungai-Utik-scaled.jpg

Kapuas Hulu sendiri merupakan salah satu bentang alam di jantung pulau Kalimantan dengan keanekaragaman hayati yang tak tertandingi. Hamparan hijau hutan hujan tropis yang berada di Kapuas Hulu merupakan benteng terakhir bagi banyak spesies flora dan fauna, termasuk Rangkong gading yang terancam punah serta 7 jenis rangkong Kalimantan, orangutan, dan jutaan makhluk lainnya yang menyebut hutan ini sebagai rumah.

Praktik masyarakat adat dalam konservasi keanekaragaman hayati berakar kuat pada hubungan kosmos dalam penjagaan terhadap ekosistem alam.

Praktik baik oleh masyarakat adat dalam pengelolaan ekosistem berkelanjutan yang dilakukan turun temurun, karena segala kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat adat terpenuhi oleh alam.

Selain Masyarakat Adat Ketemenggungan Iban Jalai Lintang, juga ada Masyarakat Adat Dayak Punan Tugung di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Meskipun wilayah adat mereka sepenuhnya berada dalam izin konsesi perusahaan dan masuk dalam kawasan hutan, Masyarakat Adat Dayak Punan Tugung tetap menjaga keanekaragaman hayati yang berada di wilayah adat mereka.

Rahmat Sulaiman dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) menyampaikan, “Kondisi wilayah adat Dayak Punan Tugung cukup memprihatinkan, karena keseluruhan dari wilayah adat berada dalam konsesi PT. Intracawood yang bergerak pada Hak Pengelolaan (HPH). Baik dalam fungsi produksi maupun lindung, keseluruhan masuk dalam konsesi. Namun, perbedaan pengelolaan hutan oleh korporasi dan Masyarakat Adat terlihat sangat mencolok dan menunjukkan bagaimana Masyarakat Adat Dayak Punan Tugung mampu melindungi keperawanan hutan adat mereka.”

Nurhayati, perempuan adat Punan Tugung bercerita tentang pengetahuan tradisional berbasis kearifan lokal di wilayah adat mereka di ajang COP 16 CBD. Ia mengungkapkan bahwa obat-obatan tradisional atau Ethnobotani telah dimanfaatkan secara turun temurun.

Pada kesempatan dalam pemaparannya, Nurhayati menunjukkan berbagai tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai obat-obatan, mulai dari panas dalam, penawar racun, dan lain sebagainya kepada para peserta dalam ASEAN Pavilion.

Hutan adalah supermarket dan apotek gratis bagi kami. Dari hutan, kami bisa mendapatkan segala kebutuhan yang kami perlukan. Kami tidak bisa dipisahkan dengan hutan adat kami.” tambah Nurhayati.

Tag

MORE