"Berdasarkan catatan JATAM, setidaknya 34 dari 48 menteri dalam Kabinet Merah Putih terafiliasi dengan bisnis, dan 15 di antaranya terkait dengan bisnis ekstraktif. Termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang memiliki gurita bisnis nikel di Maluku Utara," jelas Mareta Sari.
Mareta lanjutkan bahwa pemberian konsesi kepada kampus dan UMKM tersebut sekaligus menunjukkan watak gerombolan pebisnis di parlemen dan istana yang tampak memanfaatkan nama besar perguruan tinggi sebagai alat legitimasi belaka.
"Ini merupakan satu bentuk pelecehan terhadap institusi perguruan tinggi yang seharusnya berpihak kepada masyarakat korban di lingkar tambang, bukan sebagai alat untuk merampok negara dan mengakumulasi daya rusak akibat usaha pertambangan," ucapnya.
Upaya melibatkan perguruan tinggi dalam urusan pertambangan ini juga dapat dipandang sebagai cara pemerintah 'cuci tangan' atas kesejahteraan para akademikus.
"Ketidakbecusan negara (pemerintah) dalam menjamin kesejahteraan para akademikus hendak diselesaikan dengan cara culas: membiarkan kampus menghidupi dirinya sendiri dengan cara menambang," katanya.
Beberapa poin yang disebutkan diatas membuat Jatam memberikan pernyataan sikap tegas.
"JATAM mengecam keras revisi UU Minerba tersebut, sekaligus menuntut pemerintah dan DPR RI agar hentikan seluruh proses revisi tersebut," pungkasnya. (pra)
Tag