Ia juga menegaskan bahwa mutasi bisa dilakukan sebelum batas waktu dua tahun hanya jika pejabat yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum atau administratif, yang menurutnya tidak terjadi dalam kasus kliennya.
“Penilaian dari Pj Gubernur bahkan menunjukkan bahwa klien saya memiliki kinerja yang baik, jadi apa dasar mereka untuk melakukan mutasi?” pungkasnya.
Kuasa Hukum, Nason Nadek, melontarkan kritik tajam terhadap Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda setelah gugatan kliennya ditolak.
Menurut Nason, PTUN Samarinda seharusnya berfungsi sebagai pelindung bagi masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) dari tindakan pejabat publik yang sewenang-wenang. Namun, putusan yang diambil majelis hakim dalam kasus mutasi kliennya dinilai tidak mencerminkan perlindungan tersebut.
“PTUN Samarinda tidak lagi memberikan perlindungan terhadap nasib masyarakat dan ASN, padahal tujuan awal pendiriannya adalah untuk menjadi wadah bagi mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan pejabat publik,” ungkap Nason saat diwawancarai melalui telepon pada Kamis, (3/10/2024).
Nason menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam dan berencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut, sesuai Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Menurutnya, banyak kejanggalan dalam proses mutasi yang dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Timur. Salah satu yang paling mencolok adalah tidak diberikannya Surat Keputusan (SK) mutasi kepada kliennya, yang seharusnya menjadi syarat sah pelantikan.
“Saya akan menempuh upaya hukum banding. Keputusan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimana mungkin ada SK mutasi tapi tidak diberikan kepada yang bersangkutan? Seharusnya, tanpa adanya SK tersebut, pelantikan tidak boleh dilakukan,” jelas Nason.
Gugatan itu akan dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara.
"Paling lambat 14 hari setelah putusan dicapkan," kata Nason. (ale)
Tag