"PPN yang awalnya 11% jadi 12%. Meskipun kenaikannya tidak banyak tetapi dapat menganggu perkembangan ekonomi yang cukup signifikan," ujarnya.
Beberapa barang yang terkena PPN adalah tas, pakaian, sepatu, produk otomatif, alat elektronik, pulsa telekomunikasi produk kecantikan hingga kosmetik.
Selain itu jasa layanan musik seperti streaming musik dan film juga menjadi target pengenaan PPN, seperti spotfy dan Netflix.
Ilham sebut pemerintah mengklaim bahwa kenaikan PPN menjadi 12% hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, meski demikian hal tersebut juga akan berdampak kepada harga bahan-bahan pokok.
"Hari ini masyarakat dibohongi oleh rezim zalim dengan realita di lapangan terhadap kenaikan PPN 12%. Kebijakan yang dinilai tidak masuk akal dan tidak memihak kepada rakyat. Kebijakan ini menunjukkan abainya rezim terhadap rakyat yang sedang menghadapi tekanan ekonomi. Dengan berlakunya kebijakan ini, bukan hanya menambah beban tetapi juga menambah luka di hati rakyat," ujarnya.
"Kebijakan ini memperlihatkan bagaimana rezim tidak mampu menjalankan pemerintahan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang ditunjukkan melalui pengelolaan negara yang tidak berganggung jawab, tidak akuntabilitas, tidak transparansi, dan mengorbankan kepentingan rakyat. Kebijakan ini juga memperlihatkan bahwa rezim saat ini mencoba membuang jauh nilai pancasila dengan mengabaikan nilai keadilan sosial terhadap seluruh rakyat Indonesia," lanjutnya lagi.
Atas dasar itu, BEM KM Unmul tuntut agar kebijakan kenaikan PPN 12 % untuk dihentikan.
"Kami juga mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim lebih transparansi dalam kebijakan UMK & UMP yang diambil harus melibatkan pihak terkait baik pekerja kelas buruh maupun pegawai," katanya. (pra)
Tag