ARUSBAWAH.CO - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda beri sorotan atas adanya kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah di penghujung tahun ini.
Hal ini disampakan Ketua BEM KM Unmul Ilham Maulana dalam rilis yang diterima tim redaksi Arusbawah.co, Senin (23/12/2024).
BEM KM Unmul menilai bahwa di masa jelang pergantian tahun 2024 ada beberapa kebijakan pemerintah yang dirasa sudah keluar jalur alias tidak tepat.
Pertama, adalah kebijakan di Provinsi Kaltim yakni soal kenaikan UMK dan UMP.
"Kami menilai kenaikan tersebut tidak tepat karena dari berbagai kota maupun kabupaten kenaikan tersebut tidak sesuai dengan terhadap pendapatan daerah di berbagai Kabupaten Kota di Kalimantan Timur," jelas Ilham Maulana.
Sebagai contoh ia jelaskan ialah UMK Samarinda yang sebelumnya Rp. 3.497.124,13. Menjadi Rp. 3.724.437,20 dan di Kabupaten Kukar yang sebelumnya Rp. 3.536.506,28 menjadi Rp. 3.766.379,19.
"Kenaikan tersebut rencananya akan diberlakukan pada tahun 2025. Namun, kurang rasanya jika kebijakan tersebut tak melibatkan para kelas pekerja buruh maupun pengusaha dalam pengambilan keputusan upah. Kami rasa pemerintah juga perlu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki kepentingan agar kebijakan dapat memberikan manfaat," lanjutnya lagi.
Hal lain yang juga disorot adalah dengan diberlakukannya PPN 12 persen yang dikhawatirkan dapat mengurangi daya beli masyarakat.
"PPN yang awalnya 11% jadi 12%. Meskipun kenaikannya tidak banyak tetapi dapat menganggu perkembangan ekonomi yang cukup signifikan," ujarnya.
Beberapa barang yang terkena PPN adalah tas, pakaian, sepatu, produk otomatif, alat elektronik, pulsa telekomunikasi produk kecantikan hingga kosmetik.
Selain itu jasa layanan musik seperti streaming musik dan film juga menjadi target pengenaan PPN, seperti spotfy dan Netflix.
Ilham sebut pemerintah mengklaim bahwa kenaikan PPN menjadi 12% hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, meski demikian hal tersebut juga akan berdampak kepada harga bahan-bahan pokok.
"Hari ini masyarakat dibohongi oleh rezim zalim dengan realita di lapangan terhadap kenaikan PPN 12%. Kebijakan yang dinilai tidak masuk akal dan tidak memihak kepada rakyat. Kebijakan ini menunjukkan abainya rezim terhadap rakyat yang sedang menghadapi tekanan ekonomi. Dengan berlakunya kebijakan ini, bukan hanya menambah beban tetapi juga menambah luka di hati rakyat," ujarnya.
"Kebijakan ini memperlihatkan bagaimana rezim tidak mampu menjalankan pemerintahan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang ditunjukkan melalui pengelolaan negara yang tidak berganggung jawab, tidak akuntabilitas, tidak transparansi, dan mengorbankan kepentingan rakyat. Kebijakan ini juga memperlihatkan bahwa rezim saat ini mencoba membuang jauh nilai pancasila dengan mengabaikan nilai keadilan sosial terhadap seluruh rakyat Indonesia," lanjutnya lagi.
Atas dasar itu, BEM KM Unmul tuntut agar kebijakan kenaikan PPN 12 % untuk dihentikan.
"Kami juga mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim lebih transparansi dalam kebijakan UMK & UMP yang diambil harus melibatkan pihak terkait baik pekerja kelas buruh maupun pegawai," katanya. (pra)