Castro kemudian ungkap bahwa ada beberapa catatan berkaitan dengan keberadaan SE ini.
"Pertama, SE ini “overlap”, menyimpang terhadap ketentuan aturan perundang-undangan di atasnya. Meski SE dipahami sebagai peraturan kebijakan (beleids regel) yang berlaku secara internal, namun ia hanya akan dianggap legitimate keberadaannya jika tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang ada," ujarnya.
"Bahkan SE juga tidak memenuhi syarat untuk dikualifikasikan sebagai tindakan diskresi pejabat pemerintahan (discretional principle), sebab tidak ada ruang kosong dalam peraturan perundang-undang berkaitan dengan norma tentang batas minimal waktu mutasi," tambahnya lagi.
Kedua, sebagaimana dijelaskan Castro, jikalaupun SE ini ingin digunakan, maka keputusan itu juga harus tunduk terhadap pembatasan yang sifatnya merujuk kepada “penilaian kinerja”.
"Jadi ada semacam objektifikasi terhadap keputusan mutasi, bukan didasari oleh selera subjektif," katanya.
Dijelaskan dalam persidangan bahwa menurut SE ini, ada 5 pertimbangan mutasi sebelum 2 (dua) tahun, yakni : (a) kinerja pegawai (hasil kerja dan perilaku kerja pegawai) dan/atau kinerja unit kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) strategi akselerasi/percepatan pencapaian kinerja organisasi; (c) kemampuan Pejabat Pimpinan Tinggi dalam melaksanakan tugas jabatan; (d) Rekomendasi tim pemeriksa pelanggaran disiplin yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (e) terdapat unsur benturan/konflik kepentingan (conflict of interrest) dalam Jabatan Pimpinan Tinggi pada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Sayangnya, SE tersebut hanya menjelaskan secara eksplisit tentang makna poin (a), (c), dan (d), yang kesemuannya tidak berkaitan dengan basis penilaian kinerja sebagai dasar mutasi,"
"Sementara poin (c) yang berkaitan dengan strategi akselerasi pencapaian kinerja organisasi, tidak dijelaskan sehingga menimbulan ketidakjelasan makna, sehingga membuat poin tersebut menjadi multi-tafsir sehingga berpotensi “abusive”," tutupnya.
Sebagai informasi, AFF Sembiring, Staf Ahli Gubernur Kaltim menggugat atasannya, Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik ke PTUN Samarinda.
Tag