ARUSBAWAH.CO - Pemerintah Indonesia terus mendorong pengembangan biomassa sebagai alternatif bahan bakar fosil, dengan berbagai kebijakan untuk mendukung ekspansi biomassa.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, biomassa diakui sebagai salah satu strategi untuk mencapai transisi energi.
Serta biomassa juga didukung dalam RUPTL PLN dan direncanakan masuk sebagai energi terbarukan dalam RUU EBET yang sedang dibahas di DPR.
Studi dilakukan CELIOS perihal implikasi dari rencana pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE) di Indonesia, khususnya untuk keperluan biomassa, serta dampaknya terhadap tata kelola hutan, kapasitas regulasi, akses terhadap lahan, dan reforma agraria di sektor kehutanan.
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengatakan bahwa besarnya kebutuhan co-firing PLTU dari pelet kayu bukan hanya untuk kebutuhan domestik tapi juga ekspor, salah satunya ke Jepang.
"Pembeli terbesar pelet kayu dari Indonesia adalah Jepang dan Korea Selatan masing-masing 10 juta ton dan 64 juta ton sepanjang 2023.” kata Bhima.
Bhima menambahkan, “Dalam ambisi mencapai emisi karbon yang lebih rendah, kami melihat tren ekspansi perusahaan Jepang khususnya mengendalikan industri hutan tanaman di Kalimantan Tengah melalui perusahaan yang mengelola dari hulu ke hilir, dengan sertifikasi longgar yang mengabaikan masalah lingkungan, konflik agraria, dan ekologi. Ambisi Jepang telah memicu deforestasi di Kalimantan.”
Tag