Apalagi, ada Surat Edaran Gubernur Kaltim yang secara tegas melarang pungutan wajib untuk wisuda.
Namun temuan di lapangan oleh Ombudsman Kaltim justru menunjukkan sebaliknya.
Surat Edaran Gubernur No. 400.3.1/775/Tahun 2024 dan SE Sekjen Kemendikbud No. 14 Tahun 2023 hanya menjadi formalitas, namun pelaksanaannya nihil.
“Yang disayangkan, kepala sekolah dan komite terkesan menutup mata. Mereka seolah mencari celah legalitas dengan mengubah istilah dari ‘pungutan’ menjadi ‘partisipasi’. Padahal substansinya tetap sama memaksa,” tegas Mulyadin lagi.
Tak hanya soal pungutan, laporan Ombudsman juga mencatat lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim.
Ia menilai, tidak ada langkah tegas atau audit berkala yang mampu mencegah pelanggaran serupa.
Ombudsman mendesak Pemprov Kaltim membuat regulasi yang lebih kuat.
Salah satunya dengan menyusun draf Peraturan Gubernur tentang Larangan Pungutan di SMA/SMK negeri.
Hal itu menurut Mulyadin, untuk memperjelas batas-batas legalitas kegiatan penggalangan dana.
Selain itu, Ombudsman juga merekomendasikan pembuatan kanal aduan khusus yang aktif setiap awal tahun.
Tujuannya, agar orang tua bisa langsung melapor jika menemukan indikasi pungutan liar.
“Kalau ini dibiarkan, maka pendidikan kita tidak lagi inklusif. Orang tua dari kalangan ekonomi lemah akan terus terintimidasi dengan kewajiban bayar ini-itu,” tambah Mulyadin, serius.
Tag