ARUSBAWAH.CO - Kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah saat ini marak terjadi di Samarinda, dengan melibatkan seorang guru sebagai terduga pelaku.
Kasus itu membuat sejumlah tenaga pendidik di Kota Samarinda meminta DPRD segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Guru.
Hal itu disampaikan dalam dengar pendapat (RPD) yang digelar Komisi IV DPRD Kota Samarinda, dengan sejumlah Kelompok Kerja Kepala Sekolah beberapa waktu lalu.
Dalam rapat itu, para guru mengaku dilema dalam menerapkan disiplin kepada siswa karena takut diproses hukum akibat laporan dari orang tua.
"Yah gimana ya, kita sebagai guru yah jadi was-was juga kalau lagi ngajar, Kadang kita cuma mau mendisiplinkan anak, tapi takutnya malah dianggap kasar atau melanggar aturan," kata Hasanah, guru pramuka yang juga staf di Dinas Pendidikan Kota Samarinda, saat diwawancarai redaksi Arusbawah.co, Kamis (27/03/2025).
Namun, usulan revisi Perda itu justru memicu perbedaan pandangan antara DPRD dan aktivis perlindungan anak.
Anggota DPRD mendukung revisi untuk memberikan perlindungan hukum bagi guru, tetapi aktivis khawatir aturan itu bisa disalahgunakan untuk pelaku kekerasan seksual.
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim secara tegas menolak revisi Perda jika digunakan untuk membela guru yang terjerat kasus kekerasan seksual.
Menurut TRC PPA, kasus yang terjadi itu bukan bentuk kriminalisasi terhadap guru, melainkan tindak pidana yang harus diproses hukum.
"Silakan revisi Perda kalau memang perlu, tapi jangan pakai kasus kekerasan seksual sebagai alasan. Ini jelas tindak pidana, bukan kriminalisasi," kata Kuasa Hukum TRC PPA, Sudirman, saat ditemui redaksi Arusbawah.co Selasa (25/3/2025).
Tag