Pada 2024, tercatat hampir 2.000 kasus narkotika terjadi di Kaltim.
Jenis yang paling banyak beredar adalah sabu-sabu, dengan total barang bukti mencapai hampir 100 kilogram.
Menanggapi kondisi ini, BNN telah menyiapkan dua strategi utama.
Pendekatan pertama ialah supply reduction, yaitu menekan pasokan narkoba dengan memperkuat intelijen dan kerja sama antarinstansi.
Pendekatan kedua yaitu demand reduction, dengan fokus pada pencegahan dan rehabilitasi pengguna.
"Kami tidak hanya menangkap bandar, tapi juga menutup jalur masuknya narkoba. Kalau hanya menangkap di darat, kita cuma dapat ikan kecil. Maka sekarang kita fokus di laut, bekerja sama dengan Polri, Polda Kaltim, Bakamla, Bea Cukai, dan TNI Angkatan Laut," jelasnya.
Komjen Marthinus menegaskan bahwa perang terhadap narkoba harus dilakukan dengan tegas dan terstruktur.
Tidak hanya dengan menangkap para bandar, tetapi juga dengan memiskinkan mereka agar bisnis haram ini tidak bisa berjalan lagi.
"Pengedar mencari keuntungan dengan mengorbankan manusia. Mereka perlahan membunuh tanpa disadari. Kita tidak boleh membiarkan ini terjadi," katanya.
Namun, berbeda dengan pengedar, para pengguna harus diperlakukan dengan pendekatan yang lebih humanis.
BNN menganggap mereka sebagai korban yang perlu mendapatkan pengobatan dan pemulihan agar bisa kembali ke masyarakat.
Pendekatan ini telah diterapkan dalam kerja sama antara BNN dan Pemkot Samarinda.
Program rehabilitasi yang dibiayai langsung oleh pemerintah daerah itu diharapkan menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia.
Wali Kota Samarinda, yang turut hadir dalam pertemuan itu, menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah roda pembangunan yang tidak boleh rusak akibat narkoba.
Jika banyak masyarakat yang menjadi pecandu, maka pembangunan daerah akan terganggu.
"Membantu rehabilitasi pengguna narkoba adalah bentuk penyelesaian problem sosial. Jika tidak diatasi, pengguna ini bisa menghancurkan hidupnya sendiri dan menjadi beban bagi masyarakat," ujarnya.
Dalam diskusi dengan para wartawan, Komjen Marthinus juga menyoroti salah kaprah yang sering terjadi dalam penanganan kasus narkoba.
Masih banyak kasus di mana pengguna malah dikategorikan sebagai pengedar, atau sebaliknya, pengedar yang menyamar sebagai pengguna.
Tag