Opini

Fenomena Kebangkrutan Startup di Indonesia

Rabu, 29 Januari 2025 4:38

Daniel Mahendra Yuniar/ HO

ARUSBAWAH.CO - Beberapa startup di Indonesia, seperti eFishery dan Bukalapak, yang awalnya dikenal sebagai unicorn dengan valuasi lebih dari $1 miliar, baru-baru ini mengalami kegagalan yang mencolok, menyoroti sejumlah isu krusial dalam ekosistem startup di negara ini.

eFishery, sebuah perusahaan teknologi akuakultur yang berhasil meraih pendanaan hingga $200 juta dalam putaran pendanaan Seri D dan menjadi startup pertama di industri akuakultur global yang mencapai status unicorn, adalah contoh nyata dari startup yang memiliki potensi besar tetapi terhambat oleh masalah manajemen internal dan operasional.

Bukalapak, di sisi lain, merupakan platform e-commerce yang juga mencapai status unicorn pada tahun 2018, didukung oleh investor besar seperti 500 Startups dan Emtek Group, serta mencatatkan

sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 2021.

Meskipun memiliki prestasi yang mengesankan, kedua perusahaan ini akhirnya menghadapi berbagai tantangan yang berujung pada penurunan kinerja yang signifikan.

Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh banyak startup, termasuk eFishery dan Bukalapak, adalah pengelolaan keuangan yang tidak efisien.

Startup umumnya beroperasi dengan modal terbatas yang diperoleh dari pendanaan awal dan investor, namun menjaga kesehatan finansial jangka panjang menjadi tantangan besar ketika pendapatan yang

dihasilkan belum cukup untuk menciptakan keberlanjutan.

Ketidakmampuan untuk mengelola dana secara efektif atau mengamankan pendanaan tambahan sering kali menyebabkan kesulitan operasional yang serius. Jika perusahaan tidak dapat mengelola sumber daya dengan bijak, mereka akan kesulitan untuk berinovasi dan mengembangkan produk atau layanan baru, serta memenuhi kewajiban finansial seperti pembayaran gaji dan biaya operasional lainnya.

Ketika dana habis, perusahaan cenderung menghadapi kebangkrutan atau harus mengurangi aktivitas operasional secara signifikan.

Selain itu, kasus fraud dan salah kelola seperti yang terjadi pada eFishery turut berkontribusi pada penurunan reputasi perusahaan dan kepercayaan investor.

Ketika sebuah perusahaan terlibat dalam praktik yang tidak transparan atau tidak etis, dampaknya tidak hanya merugikan perusahaan itu sendiri, tetapi juga merusak ekosistem startup secara keseluruhan.

Kejadian semacam ini menyoroti adanya masalah dalam tata kelola perusahaan yang seharusnya dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan memastikan integritas operasional perusahaan tetap terjaga.

Di sisi lain, Bukalapak mengalami penurunan dalam jumlah pengguna aktif dan volume transaksi, yang sebagian besar disebabkan oleh strategi pemasaran yang kurang efektif dan pengalaman pengguna yang tidak memadai.

Dengan persaingan yang semakin ketat di dunia e-commerce, perusahaan yang gagal berinovasi atau menyesuaikan strategi pemasaran dengan kebutuhan pasar akan kehilangan daya saing.

Dalam hal ini, Bukalapak tidak berhasil mempertahankan posisi dominannya di pasar meskipun sebelumnya telah mendapatkan

berbagai pendanaan dan berhasil menjadi unicorn.

Selain itu, kurangnya inovasi teknologi dalam menghadapi tantangan pasar juga menjadi faktor penting yang memperburuk keadaan, mengingat industri e-commerce terus berkembang dan membutuhkan perubahan yang cepat agar tetap relevan.

Kepemimpinan yang tidak berpengalaman dan seringnya perubahan strategi yang tidak jelas juga berkontribusi terhadap kebingungan dalam organisasi.

Dalam startup, pengambilan keputusan yang cepat dan tepat sangat penting untuk menjaga keunggulan kompetitif. Namun, ketika strategi bisnis berubah terlalu sering tanpa adanya perencanaan jangka panjang yang solid, hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dalam tim dan

mengarah pada kegagalan dalam menyesuaikan diri dengan pasar yang bergerak cepat.

Tag

MORE