Sementara itu, mantan Dekan Fakultas Pertanian Unmul, Rusdiansyah, menyebut bahwa sejak masa jabatannya dulu, sudah muncul rencana tukar guling lahan itu dengan PT Bukit Baiduri Energi (BBE).
“Itu sudah dibahas waktu zaman saya. Karena lahan kita memang masuk dalam konsesi PT BBE. Tapi saya tetap minta fakultas buat tim untuk kaji dulu. Itu kan kebun untuk mahasiswa, untuk pendidikan. Kita harus pertimbangkan semua, mulai dari kerusakan lahan sampai dampaknya ke warga sekitar,” kata Rusdiansyah.
Ia bilang, ada syarat yang dia ajukan kalau lahan itu memang mau ditukar guling.
Menurutnya, lahan itu tidak bisa sembarangan dilepas begitu saja.
Semua fasilitas dan tanaman endemik yang ada di dalam kebun harus diganti di lokasi baru, yang lebih luas.
“Kalau mau tukar, siapkan dulu lahan barunya. Laboratorium, mess, tanaman, semua harus ada dulu. Baru ambil kebunnya. Saya nggak mau ganti rugi. Maunya ganti untung,” ucapnya.
Selama jadi dekan, ia mengaku berusaha keras mempertahankan kebun itu agar tidak diserobot, bahkan saat ada aktivitas pengeboran batu bara di area kebun.
“Itu boring sudah dilakukan di kebun. Mereka sudah survei batu baranya. Saya lawan. Saya tunda terus prosesnya, demi anak-anak mahasiswa,” ujarnya.
Ia bilang, kebun itu sekarang jadi satu-satunya penyangga dari gempuran tambang liar yang makin dekat.
“Kiri kanan sudah bolong semua. Di belakang kebun juga sudah dibuka. Tinggal kebun kita itu penyangganya,” ucapnya.
Menurutnya, laporan soal tambang tanpa izin di area kebun sudah dilakukan sejak 2010 sampai 2021.
Tapi sampai sekarang, belum ada tindak lanjut hukum yang jelas terkait siapa pelakunya.
Tag