Arus Terkini

Yang Jadi Atensi KIKA soal Kebebasan Akademik Sepanjang 2024, dari Mayoritas Pelanggaran hingga Penganugerahan Gelar Guru Besar

Selasa, 31 Desember 2024 6:57

Kolase beberapa peristiwa berkaitan dengan kebebasan akademik sepanjang tahun 2024/ kolase oleh arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO - Jelang berakhirnya tahun 2024, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) memberikan atensi mereka soal kebebasan akademik.

Dalam rilis yang masuk ke meja redaksi Arusbawah.co, Selasa (31/12/2024), ada beberapa catatan yang dikemukakan.

Catatan-catatan itu beragam, mulai dari anggapan soal rezim yang masuk terlalu dalam untuk dunia akademik, hingga soal pelanggaran dan penganugerahan gelar guru besar.

Tim redaksi berikan beberapa pandangan KIKA soal kebebasan akademik itu.

Rilis dari KIKA, ada peristiwa yang mereka kategorikan sebagai sangat memalukan terjadi di 2024.

Tepatnya menjelang Pilpres 2024, dimana dijelaskan bahwa rezim Jokowi meminjam ‘mulut rektor’ untuk mengapresiasi dirinya dengan menyatakan soal keberhasilan program dan kebijakan rezim.

KIKA merilis setidaknya ada 4 elit kampus yang membuat video apresiasi tersebut, yakni: Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Ahmad Sodik, Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jebul Suroso, Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Hardi Winoto dan Rektor Universitas Diponegoro (Undip), Yos Johan Utama (Kompas.com, 09/02/2024).\

"Peristiwa ini merefleksi ancaman betapa rezim otoriter memaksakan kehendaknya untuk melegitimasi diri dan kebijakannya dengan pelumas intelektualisme,".

"Kendali kekuasaan atas kampus sudah sedemikian primitif terjadi di Indonesia," demikian penjelasan dari KIKA soal itu.

KIKA meyakini, bahwa sumber pembentengan kebebasan akademik adalah penghargaan yang tinggi atas dunia ilmuwan, dunia pendidikan tinggi dan risetnya.

Bilamana politik anti sains kuat melandasi kebijakan negara, maka sesungguhnya, sepanjang itu pula kerusakan sains dan dampak negatifnya akan besar terjadi di lapangan, baik mengancam lingkungan, pula peradaban kemanusiaan.

Hal mendasar lainnya adalah sejauh mana kebijakan pemerintahan baru berkaitan dengan restrukturisasi (memecah) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) di bawah Kabinet Merah Putih menjadi tiga kementerian baru, yakni: Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemen Dikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti-Saintek), serta Kementerian Kebudayaan.

Kebijakan ini sudah hampir pasti akan disusul dengan kebijakan-kebijakan lain di sektor tata Kelola Pendidikan tinggi di Indonesia. Pada lain pihak, pemerintah juga harus berhadapan dengan mafia pengurusan-perolehan jabatan akademik guru besar atau jabatan fungsional lainnya, perilaku koruptif pengelola perguruan tinggi yang berkelindan dengan keberpihakan cenderung buta pula menundukkan diri terhadap penguasa.

Sementara itu, khususnya untuk perguruan tinggi negeri, pemerintah (cq. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi atau Kemendiktisaintek), secara de jure, masih memiliki dan menguasai 35% hak suara dalam pemilihan dan penentuan pimpinan universitas atau Rektor, serta sangat digdaya dalam penempatan birokrat, anggota partai politik dan lain-lain, sebagai anggota wali amanat.

Tag

MORE