Arus Terkini

Update Gugatan AFF Sembiring ke Pj Gubernur Kaltim, Penggunaan Surat Edaran Dinilai Berpotensi Abusive 

Rabu, 4 September 2024 11:50

Herdiansyah Hamzah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda/ Foto: jurnalrepublika

ARUSBAWAH.CO - Herdiansyah Hamzah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda dihadirkan sebagai saksi ahli dalam perkara gugatan AFF Sembiring di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rabu (4/9/2024).

Dalam keterangannya di sidang itu, Herdiansyah Hamzah yang kerap disapa Castro, menguraikan beberapa hal.

Salah satunya adalah soal Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2023 tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi Yang Menduduki Jabatan Belum Mencapai 2 (dua) tahun (SE MempanRB Nomor 19 Tahun 2023).

Diketahui, dalam proses mutasi AFF Sembiring oleh Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, SE inilah yang digunakan sebagai panduan dasar melakukan mutasi.

Disampaikan Castro, meskipun telah ada SE ini, tetap saja untuk mutasi pejabat yang belum menduduki jabatan kurang dari 2 tahu itu, tak bisa dilakukan secara serampangan.

"Bukan berarti mutasi dapat dilakukan sesuai dengan selera subjektif pimpinan. Dalam SE ini disebutkan bahwa, pimpinan tidak boleh melakukan mutasi kepada Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan," ujarnya dalam keterangan di PTUN Samarinda.

Dilanjutkan Castro, SE tersebut menegaskan bahwa pengaturan dimaksud bertujuan untuk memberikan perlindungan pejabat pimpinan tinggi dari kepentingan politik praktis sekaligus memberikan ruang dan kesempatan kepada pejabat pimpinan tinggi untuk melaksanakan tugas jabatan yang diembannya .

"Meski demikian proses mutasi dapat dilakukan sepanjang didasarkan oleh penilaian kinerja, bukan hanya atas dasar suka dan tidak suka," katanya.

Diterangkannya kembali bahwa SE ini harus dibaca secara komprehensif.

Castro kemudian ungkap bahwa ada beberapa catatan berkaitan dengan keberadaan SE ini.

"Pertama, SE ini “overlap”, menyimpang terhadap ketentuan aturan perundang-undangan di atasnya. Meski SE dipahami sebagai peraturan kebijakan (beleids regel) yang berlaku secara internal, namun ia hanya akan dianggap legitimate keberadaannya jika tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang ada," ujarnya.

"Bahkan SE juga tidak memenuhi syarat untuk dikualifikasikan sebagai tindakan diskresi pejabat pemerintahan (discretional principle), sebab tidak ada ruang kosong dalam peraturan perundang-undang berkaitan dengan norma tentang batas minimal waktu mutasi," tambahnya lagi.

Kedua, sebagaimana dijelaskan Castro, jikalaupun SE ini ingin digunakan, maka keputusan itu juga harus tunduk terhadap pembatasan yang sifatnya merujuk kepada “penilaian kinerja”.

"Jadi ada semacam objektifikasi terhadap keputusan mutasi, bukan didasari oleh selera subjektif," katanya.

Dijelaskan dalam persidangan bahwa menurut SE ini, ada 5 pertimbangan mutasi sebelum 2 (dua) tahun, yakni : (a) kinerja pegawai (hasil kerja dan perilaku kerja pegawai) dan/atau kinerja unit kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) strategi akselerasi/percepatan pencapaian kinerja organisasi; (c) kemampuan Pejabat Pimpinan Tinggi dalam melaksanakan tugas jabatan; (d) Rekomendasi tim pemeriksa pelanggaran disiplin yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (e) terdapat unsur benturan/konflik kepentingan (conflict of interrest) dalam Jabatan Pimpinan Tinggi pada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Sayangnya, SE tersebut hanya menjelaskan secara eksplisit tentang makna poin (a), (c), dan (d), yang kesemuannya tidak berkaitan dengan basis penilaian kinerja sebagai dasar mutasi,"

"Sementara poin (c) yang berkaitan dengan strategi akselerasi pencapaian kinerja organisasi, tidak dijelaskan sehingga menimbulan ketidakjelasan makna, sehingga membuat poin tersebut menjadi multi-tafsir sehingga berpotensi “abusive”," tutupnya.

Sebagai informasi, AFF Sembiring, Staf Ahli Gubernur Kaltim menggugat atasannya, Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik ke PTUN Samarinda.

Gugatan AFF Sembiring itu dilakukan karena dirinya menilai adanya mutasi jabatan kepadanya yang dilakukan oleh Pj Gubernur Kaltim adalah tak tepat.

Mutasi itu dinilai tak tepat, karena AFF Sembiring belumlah 2 tahun menjabat sebagai Kadis Satpol PP Kaltim, ketika dirinya dimutasi menjadi Staf Ahli Gubernur itu.

Sementara itu, sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pj Gubernur Kaltim di beberapa media online juga sudah memberikan jawaban.

Sebagaimana dilansir dari Prokal, disebutkan bahwa dalam substansi gugatan yang pertama, gugatan di PTUN didasari rujukan Pasal 190 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen Pegawai Negeri Sipil yang menegaskan: dimana berbunyi sesuai Ayat (2) Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar Instansi Pusat, I (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan keperwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.

Di ayat berikutnya, (3) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.

Namun dalam penjelasan tim Pemprov Kaltim yang di dalamnya Pj Gubernur kaltim selaku tergugat menjelaskan bahwa panduan dasar melakukan mutasi yakni sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 19 tahun 2023 tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi Yang Belum Mencapai 2 (dua) Tahun.

“SE ini merupakan panduan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada instansi pusat dan instansi daerah dalam melakukan rotasi/mutasi PPT yang menduduki jabatan belum mencapai 2 tahun, ” ujar Akmal Malik. (pra)

Tag

MORE