Arus Terkini

Terjadi di Kaltim, 2 Tahun Aduan Pekerja Menunggu Upah Lembur Tak Dibayar! Kuasa Hukum Melapor ke Menteri

Sabtu, 14 September 2024 13:38

Ilustrasi uang rupiah/ Foto: Unsplash

ARUSBAWAH.CO - Persoalan hak pekerja yang belum dibayarkan sepenuhnya oleh perusahaan, tak hanya terjadi pada pekerja di Proyek Teras Samarinda.

Hal demikian juga terjadi pada sekitar 7 orang eks pekerja CV Karya Pacific Tehnik di Kutai Kartanegara.

Persoalan ini pun berjalan bahkan sudah hingga 2 tahun lamanya, sejak 20022 hingga 2024 belum selesai.

Lantas, bagaimana persoalan ini bermula? Tim redaksi berikan penjabarannya.

Diawali dari adanya aduan eks pekerja CV Karya Pacific Tehnik. Mereka adalah Triono, Nurhadi, Karjo, Mahmudin, Hamdi, Mohani dan Subandi yang merasa bahwa hak-hak pekerja mereka belum dibayarkan penuh oleh perusahaan CV Karya Pacific Tehnik Kukar.

Hak-hak itu adalah upah lembur mereka selama periode 1 Oktober 2013 hingga 1 Oktober 2021, dinilai belum klir. Jumlahnya pun tak sedikit, yakni akumulasi sekitar Rp 1,4 Miliar.

Dari sana, pihak pekerja ini kemudian mengkuasakan persoalan mereka pada Kuasa Hukum, Nason Nadeak.

Kemudian, aduan itu diurus dan dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltim pada 2022 lalu. Hasilnya, keluarlah Surat Penetapan dari Dinaskertrans Kaltim bernomor 560/2842/PPK/DTKT/2022.

Dari surat itu, Disnakertrans Kaltim menyatakan telah melakukan pemeriksaan ketenagakerjaan sehubungan dengan aduan yang dilakukan eks pekerja CV Karya Pacific Tehnik.

Dari penetapan itu, perusahaan kemudian diharuskan untuk membayar upah pekerja yang belum selesai ditunaikan, yakni sebesar Rp 1,4 Miliar tersebut.

Penetapan diketahui, tertanggal 5 September 2022 lalu.

Belum selesai penetapan dilaksanakan oleh perusahaan, polemik ini kemudian berlanjut lagi usai, pihak perusahaan CV Karya Pacific Tehnik kemudian menggandeng Kantor dan Konsultan Hukum Efendi Mangunsong untuk memohon dilakukannya banding penetapan ulang dari Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan.

Banding atas penetapan Disnakertrans itu dilakukan pada 2023 lalu.

Hasilnya, justru tak sama dengan penetapan yang dilakukan oleh Disnakertrans.

Perbedaan itu, adalah pada soal nominal. Dimana pada penetapan Disnakertrans Kaltim perusahaan diharuskan untuk membayar sekitar Rp 1,4 Miliar, tetapi pada penetapan di tingkat Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, nominal yang harus dibayar hanyalah Rp 211 juta saja.

Adanya penetapan Pengawas Ketenagakerjaan yang sangat berbeda jauh dari penetapan Disnakertrans Kaltim inilah yang dirasa janggal oleh Kuasa Hukum para pekerja, Nason Nadeak.

Kepada awak redaksi, pada Sabtu (14/9/2024), Nason Nadeak nilai hal-hal janggal itu.

Di mana dia katakan dalam proses pemeriksaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, tidak ada absensi kerja yang diberikan oleh pihak perusahaan sebagai dasar untuk penghitungan lembur.

Sementara, dia nilai, bagaimana mungkin bisa mendapatkan data detail untuk hak-hak pekerja, jika data absensi tak diberikan oleh perusahaan.

"Semestinya, dalam pemeriksaan, bukan hanya perusahaan saja yang diperiksa, tetapi juga bisa mengambil keterangan dari pihak-pihak yang pernah bekerja di sana taua karyawan-karyawan di sana. Jika hanya mengandalkan data dari perusahaan, kami menilai ada sisi perusahaan yang diuntungkan," ucap Nason Nadeak.

Hal yang aneh lainnya, yakni dari penetapan ulang ketenagakerjaan pusat, dikatakan Nason Nadeak menerima saja keterangan pengusaha yang mengatakan Muhlasin dkk bekerja 8 jam sehari tanpa dibarengi bukti absensi kerja.

"Jika hanya menerima keterangan pengusaha, kami menilai pemeriksaan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak menengahi, melainkan lebih condong ke pengusaha," ucapnya.

Selain itu, adalah soal tak diperiksanya saksi atas nama Ridwan.

Ridwan merupakan mantan pekerja di CV. Karya Pacific Tehnik yang pernah diperiksa oleh Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Kaltim.

Nason Nadeak merasa bahwa keterangan Ridwan sudah menjelaskan jika eks pekerja sebanyak 7 orang itu memang bekerja selama 12 jam dalam sehari semalam, bukan justru 8 jam sebagimana keterangan dari pengusaha.

Jika Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan memeriksa Ridwan, diyakininya, akan mendapatkan informasi yang sama sekali berbeda dari keterangan pihak perusahaan.

"Saksi (Ridwan) melihat sendiri karena saksi adalah mantan karyawan CV. Karya Pacific Tehnik, dengan menggunakan absensi secara check lock. Kesaksian ini juga telah diberikan pada Persidangan dalam perkara No. 612/G/2023/TUN.JKT, dan CV. Karya Pacific tidak membantahnya," kata Nason Nadeak.

Hingga kini, persoalan upah lembur yang tak dibayar itu masih terus bergulir.

Terbaru, Nason Nadeak selaku kuasa hukum telah melaporkan adanya kejanggalan pemeriksaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan itu ke Menteri Tenaga Kerja.

Sementara itu, tim redaksi sudah mengirimkan pesan WhatsApp konfirmasi kepada pihak perusahaan CV. Karya Pacific Tehnik, tepatnya ke pihak Minardi selaku Direktur, namun belum mendapatkan respon. (pra)

Tag

MORE