ARUSBAWAH.CO - Kisruh pembayaran gaji pekerja proyek Teras Samarinda masih belum juga memperlihatkan titik terang.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diadakan di DPRD Samarinda berakhir dengan insiden pelemparan nasi kotak dan botol oleh anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, ke arah pejabat Dinas PUPR Samarinda.
Insiden itu viral di media sosial dan menimbulkan berbagai reaksi, termasuk dari Wali Kota Samarinda, Andi Harun.
Dalam keterangannya kepada awak media, Andi Harun menjelaskan bahwa masalah itu tidak bisa diselesaikan secara instan karena menyangkut aturan hukum.
"Semua tindakan hukum pemerintah harus berdasarkan regulasi. Tidak bisa hanya karena desakan publik, lalu kita langsung mengambil langkah tanpa dasar hukum yang jelas," ujarnya usai buka puasa bersama di GOR Segiri, Senin (03/03/2025).
Menurutnya, salah satu kendala utama dalam pembayaran gaji pekerja proyek ini adalah mekanisme anggaran.
Anggaran yang tersisa dalam proyek teras Samarinda merupakan dana retensi sebesar 5% yang digunakan untuk pemeliharaan kedepan.
Andi Harun menilai, anggaran itu tidak bisa langsung dipotong untuk membayar gaji para eks pekerja karena ada aturan hukum yang mengikat.
"Kalau kita potong dana itu sembarangan, kita yang akan kena masalah hukum," tegas Andi Harun.
Namun, DPRD Samarinda tampaknya memiliki pandangan yang berbeda.
Mereka menilai bahwa pemerintah kota lambat dalam menangani persoalan ini, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan pekerja.
RDP yang digelar bertujuan untuk mencari solusi, tetapi justru diwarnai dengan aksi emosi yang mengundang persoalan.
Tidak hanya pelemparan nasi kotak, dalam rapat itu juga terdengar kata-kata kasar yang tidak pantas diucapkan dalam forum resmi.
"Saya prihatin, ini bukan cara yang elegan dalam menyelesaikan masalah," ujar Andi Harun.
Di sisi lain, para pekerja yang belum menerima gaji merasa frustrasi bahkan ada yang kehilangan tempat tinggal akibat tidak mampu membayar sewa.
Para pekerja mengaku sudah berulang kali mengikuti mediasi, tetapi tidak ada kepastian kapan gaji mereka akan dibayarkan.
Pemerintah Kota Samarinda mengakui bahwa permasalahan ini belum bisa diselesaikan dengan cepat karena ada mekanisme hukum yang harus dilalui.
Andi Harun menyarankan bahwa salah satu jalur penyelesaian yang dapat ditempuh adalah melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Namun, hingga saat ini belum semua pihak sepakat untuk membawa kasus ini ke jalur hukum.
"Kalau ada putusan PHI, pemerintah bisa bertindak dengan dasar yang jelas. Tapi kalau tidak, kami tidak bisa asal membayar karena itu bisa jadi temuan hukum," jelas Andi Harun.
Andi Harun bilang, kalau masalah ini semakin rumit karena ada unsur politik yang ikut bermain.
DPRD sebagai wakil rakyat tentu ingin menunjukkan keberpihakan kepada pekerja, tetapi cara penyampaian yang dilakukan justru memunculkan pertanyaan tentang profesionalisme mereka.
"Saya paham kalau ada pihak yang ingin mempercepat penyelesaian ini. Tapi kalau caranya emosional dan penuh tekanan, itu malah membuat solusi semakin sulit ditemukan," tambah Wali Kota Samarinda.
Di satu sisi, pekerja berhak menerima upah mereka.
Di sisi lain, pemerintah terikat oleh aturan hukum yang membatasi langkah mereka.
Kini, Pemerintah Samarinda tetap membuka jalur mediasi, tetapi jika tidak ada kesepakatan, maka pengadilan akan menjadi jalan terakhir.
"Kami ingin membantu, tetapi semua harus dilakukan dengan cara yang benar," tutup Andi Harun.
