Arus Terkini

Soal Longsor di Amborawang Kukar, Jamil Jatamnas Singgung soal Modus Hindari Reklamasi Gandeng Pusat Latihan

Jumat, 31 Mei 2024 8:59

ARUSBAWAH.CO - Adanya longsor yang terjadi di Desa Amborawang Darat, Kecamatan Samboja Barat, Kukar turut direspon pihak Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional.

Dari longsor yang terjadi itu, membuat 1 rumah warga rusak parah tak bisa ditinggali, dan beberapa rumah lainnya terdampak.

Diduga, longsor terjadi karena adanya intensitas aktivitas pertambangan di dekat wilayah desa tersebut.

Perihal longsor ini, Muh Jamil dari Divisi Hukum JATAM Nasional, memberikan gambaran besarnya.

Kepada tim redaksi arusbawah.co, Jamil menjabarkan poin ke poin soal dugaan aktivitas tambang yang mengganggu hidup masyarakat.

"Pertama, apa yang terjadi dengan warga, rumah-rumah warga yang kemudian terperosok masuk ke lubang tambang itu adalah bukti nyata kalau perusahaan terkait itu jelas menyalahi peraturan tentang lingkungan hidup dan UU Pertambangan. Soal apa, soal reklamasi," katanya.

"Kok bisa, reklamasi itu kalau kita baca ya dalam definisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus sepanjang usaha pertambangan," lanjut Jamil.

Dengan demikian, pandangan Jamil, reklamasi itu tidak harus menunggu kegiatan pertambangan selesai. Tapi begitu ada masalah, harus segera dilakukan reklamasi.

Kedua, soal jarak yang sangat dekat, disebut Jamil adalah sudah jelas pelanggaran.

"Saya meyakini jarak yang disebut warga itu kurang dari 500 meter. Padahal, kalau kita baca peraturan menteri lingkungan hidup, tegas dinyatakan jarak minimal pertambangan batubara dengan fasilitas publik atau pemukiman itu paling sedikit 500 meter," ucapnya.

Jarak paling sedikit 500 meter itu diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012.

Jamil lanjutkan bahwa yang harus dipahami pula bahwa pada level pemerintah, pada level pengawas atau pemberi izin, terbukti telah lalai menjalankan tugas dan kewajiban untuk memastikan perusahaan tambang tersebut patuh terhadap kaidah hukum dan perundang-undangan.

"Nah kelalaian ini patut ditelusuri apakah dilakukan dengan sengaja atau misalnya pura-pura tak tahu, atau memang tidak pernah melakukan kewajiban hukumnya. Itu penting untuk diperiksa itu," ucapnya.

Dilanjutkan pada ketiga adalah soal ciri khas aktivitas pertambangan di Kaltim.

"Mereka (perusahaan tambang di Kaltim) adalah yang terdepan lalai dalam melakukan reklamasi pasca tambang. Banyak di antara perusahaan-perusahaan besar itu dengan sengaja tidak melakukan reklamasi dengan melakukan modus-modus beragam," kata Jamil.

"Yang kami temukan misalnya, seringkali mereka menyatakan lubang tambang atau air lubang tambang mereka dipergunakan rakyat untuk MCK. Modus kedua adalah perusahaan tambang selalu bilang lubang tambang mereka ini akan dipergunakan untuk kolam ikan, akan dipergunakan untuk wisata. Pertanyaannya, siapa mau berwisata ke tengah hutan yang jalannya begitu rusak. Terus orang memangnya mau makan ikan dari kolam tambang?," ucapnya.

Lebih detail, Jamil juga menyebutkan penelusuran yang ditemukan teman-teman dari Jatam Nasional.

"Kami temukan berdasarkan penelurusuran berdasarkan berita media, ada beberapa perusahaan dengan modus tak melakukan reklamasi, menjadikan wilayah tambang tersebut sebagai pusat latihan tempur. Ya, artinya apa? Model-model menghindari reklamasi yang demikian itu penting untuk dilacak orang-orang terkait, penting untuk dimintai pertanggungjawabannya," katanya.

"Karena jika benar, itu ada sanksi hukumnya, mulai dari administrasi, perdana pidata. Artinya apa, pihak-pihak terlibat sudah sepatutnya ditarik sebagai pihak yang turut serta dalam tindakan kejahatan bersama-sama menggagalkan upaya reklamasi yang seharusnya dilakukan perusahaan," ucap Jamil mengakhiri.

Sebelumnya, musibah longsor yang terjadi di Desa Amborawang Darat, Kecamatan Samboja Barat, Kukar yang diduga terjadi karena adanya intensitas aktivitas pertambangan, diakui sudah didengar Wakil Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Samsun.

Samsun, legislator asal PDIP itu sampaikan ia menerima laporan dari masyarakat.

Dari laporan, disinyalir perusahaan tersebut menyalahi aturan batas minimum operasional pertambangan.

Diketahui, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara disebutkan bahwa jarak minimal tepi galian lubang tambang dengan pemukiman warga adalah 500 meter.

“Kalau saya lihat posisinya itu tidak sampai 500 meter dan itu berpotensi juga pada jalan negara atau jalan provinsi, itu bisa juga longsor kalau tidak segera ditanggulangi,”kata Samsun saat dikonfirmasi pada, Rabu (29/5/24).

Dilanjutkan Samsun, musibah longsor itu, tidak bisa digiring ke kejadian alam seperti curah hujan yang tinggi dan lainya.

Sebab katanya, hadirnya peraturan justru untuk mengantisipasi terjadinya peristiwa kejadian alam yang bersinggungan dengan aktivitas pertambangan.

“Kalau itu ditaati saya yakin musibah longsor itu tidak akan terjadi. Peraturan dibuat sudah tentu ada analisa dan kajiannya. Ketika aturan itu dilanggar, dampaknya juga harus diantisipasi,”ungkapnya.

Atas respon dari peristiwa tersebut, dikatakan Muhammad Samsun, DPRD Kaltim akan melayangkan peringatan termasuk pemanggilan pihak perusahaan.

“Akan kita peringatkan, kita panggil nanti perusahaan. Karena ini atas dasar laporan masyarakat dan kondisi di lapangan. Saya sendiri belum turun ke lapangan, tapi sudah ada laporan dari warga masyarakat baik secara japri maupun media sosial,” pungkasnya. (pra)

Tag

MORE