Namun, Saiful juga mengingatkan, dalam konteks politik praktis, setiap individu yang terjun ke dunia politik harus siap menerima kritik dan pengawasan publik.
“Ketika seseorang memilih jalur politik, ia harus siap ‘ditelanjangi’ dalam tanda petik oleh publik,” tambahnya.
Secara normatif, menurut Saiful, tidak ada larangan dalam konstitusi yang mengatur dinasti politik, baik dalam Pilpres maupun Pilkada.
Meski demikian, ada kekhawatiran etis terkait efektivitas fungsi pemerintahan ketika dijalankan oleh individu-individu yang memiliki hubungan kekerabatan.
“Secara etika, publik khawatir apakah fungsi pemerintahan bisa berjalan maksimal, terutama jika kekuasaan berada dalam satu keluarga. Ada kekhawatiran terkait penegakan hukum dan potensi praktik nepotisme,” ujarnya lagi.
Dalam sejarah politik Indonesia, Saiful menuturkan pandangan masyarakat kepada dinasti politik kerap membawa dampak negatif
“Fakta menunjukkan bahwa pengaruh dinasti politik lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif. Bahkan ada yang mengubah aturan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) demi mendahulukan kepentingan keluarga,” ungkapnya.
Tag