ARUSBAWAH.CO - Beberapa kejanggalan dinilai muncul dalam proses pemeriksaan yang dilakukan Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI pada persoalan tak dibayarnya upah lembur karyawan pada perusahaan CV. Karya Pacific Tehnik, di Kutai Kartanegara (Kukar).
Hal itu diungkapkan Kuasa Hukum Pekerja, Nason Nadeak dalam keterangannya kepada awak media, Senin (23/9/2024).
Dia pun menjabarkan kejanggalan-kejanggalan itu.
Pertama, yakni dalam proses pemeriksaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan itu, dokumen absensi kerja para pekerja sama sekali disebutnya tak ada.
Akan tetapi, dengan tanpa berdasarkan dokumen absensi, keputusan justru dikeluarkan oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
"Harusnya perusahaan CV Karya Pacific Teknik bisa memberikan dokumen absensi itu, dikarenakan sesuai UU Nomor 8 Tahun 1997,jangka waktu penyimpanan dokumen perusahaan adalah sepuluh tahun," ucap Nason Nadeak.
Jikapun tidak diterima, Nason menilai, seyogyanya Pengawas Ketenagakerjaan tidak menerima begitu saja keterangan dari perusahaan, melainkan juga melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait sehubungan dengan persoalan dugaan upah lembur karyawan yang tidak dibayar itu.
"Ada saksi atas nama Ridwan, mantan karyawan CV. Karya Pacific Tehnik yang tinggal di mess karyawan. Dalam pemeriksaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Kaltim sebelumnya, dia menerangkan bahwa para karyawan yang lemburnya belum dibayar itu, bekerja dua belas jam (12) jam sehari. Tetapi, justru pihak-pihak lain ini tidak dimintai keterangan." katanya.
Keanehan lain, adalah soal pemeriksaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan yang justru malah memeriksa pihak perusahaan langsung yakni pada sosok Minardi selaku Direktur CV. Karya Pasific Tehnik.
"Kalau demikian, maka patut diduga ada timpang sebelah dalam keputusan Pengawas Ketenagakerjaan RI ini. Bagaimana bisa dalam mengambil keputusan, terkesan hanya mengambil keterangan dari pihak perusahaan saja, tanpa ada bukti-bukti jelas pula dari perusahaan," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 7 orang eks pekerja CV Karya Pacific Tehnik di Kutai Kartanegara klaim upah lembur mereka tak dilunasi perusahaan.
Persoalan ini pun berjalan bahkan sudah hingga 2 tahun lamanya, sejak 20022 hingga 2024 belum selesai.
Lantas, bagaimana persoalan ini bermula?
Diawali dari adanya aduan eks pekerja CV Karya Pacific Tehnik. Mereka adalah Triono, Nurhadi, Karjo, Mahmudin, Hamdi, Mohani dan Subandi yang merasa bahwa hak-hak pekerja mereka belum dibayarkan penuh oleh perusahaan CV Karya Pacific Tehnik Kukar.
Hak-hak itu adalah upah lembur mereka selama periode 1 Oktober 2013 hingga 1 Oktober 2021, dinilai belum klir. Jumlahnya pun tak sedikit, yakni akumulasi sekitar Rp 1,4 Miliar.
Dari sana, pihak pekerja ini kemudian mengkuasakan persoalan mereka pada Kuasa Hukum, Nason Nadeak.
Kemudian, aduan itu diurus dan dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltim pada 2022 lalu. Hasilnya, keluarlah Surat Penetapan dari Dinaskertrans Kaltim bernomor 560/2842/PPK/DTKT/2022.
Dari surat itu, Disnakertrans Kaltim menyatakan telah melakukan pemeriksaan ketenagakerjaan sehubungan dengan aduan yang dilakukan eks pekerja CV Karya Pacific Tehnik.
Dari penetapan itu, perusahaan kemudian diharuskan untuk membayar upah pekerja yang belum selesai ditunaikan, yakni sebesar Rp 1,4 Miliar tersebut.
Penetapan diketahui, tertanggal 5 September 2022 lalu.
Belum selesai penetapan dilaksanakan oleh perusahaan, polemik ini kemudian berlanjut lagi usai, pihak perusahaan CV Karya Pacific Tehnik kemudian menggandeng Kantor dan Konsultan Hukum Efendi Mangunsong untuk memohon dilakukannya banding penetapan ulang dari Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan.
Banding atas penetapan Disnakertrans itu dilakukan pada 2023 lalu.
Hasilnya, justru tak sama dengan penetapan yang dilakukan oleh Disnakertrans.
Perbedaan itu, adalah pada soal nominal. Dimana pada penetapan Disnakertrans Kaltim perusahaan diharuskan untuk membayar sekitar Rp 1,4 Miliar, tetapi pada penetapan di tingkat Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, nominal yang harus dibayar hanyalah Rp 211 juta saja.
Adanya penetapan Pengawas Ketenagakerjaan yang sangat berbeda jauh dari penetapan Disnakertrans Kaltim inilah yang dirasa janggal oleh Kuasa Hukum para pekerja, Nason Nadeak.
Di mana dia katakan dalam proses pemeriksaan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, tidak ada absensi kerja yang diberikan oleh pihak perusahaan sebagai dasar untuk penghitungan lembur.
Sementara, dia nilai, bagaimana mungkin bisa mendapatkan data detail untuk hak-hak pekerja, jika data absensi tak diberikan oleh perusahaan.
“Semestinya, dalam pemeriksaan, bukan hanya perusahaan saja yang diperiksa, tetapi juga bisa mengambil keterangan dari pihak-pihak yang pernah bekerja di sana atau karyawan-karyawan di sana. Jika hanya mengandalkan data dari perusahaan, kami menilai ada sisi perusahaan yang diuntungkan,” ucap Nason Nadeak.
"Sementara pengawas pusat melakukan metode pemeriksaan yang tidak patut, yaitu menerima keterangan Minardi dkk yang mengatakan Muhlasin dkk bekerja 8 jam sehari, tanpa didukung dengan bukti absensi kerja. Padahal keterangan tersebut baru dianggap benar apabila didukung bukti absensi, dan Pengawas pusat menetapkan upah lembur hanya sebesar Rp. 211 juta," lanjut Nason.
Hal yang aneh lainnya, yakni dari penetapan ulang ketenagakerjaan pusat, dikatakan Nason Nadeak menerima saja keterangan pengusaha yang mengatakan Muhlasin dkk bekerja 8 jam sehari tanpa dibarengi bukti absensi kerja.
“Jika hanya menerima keterangan pengusaha, kami menilai pemeriksaan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak menengahi, melainkan lebih condong ke pengusaha,” ucapnya.
Selain itu, adalah soal tak diperiksanya saksi atas nama Ridwan.
Ridwan merupakan mantan pekerja di CV. Karya Pacific Tehnik yang pernah diperiksa oleh Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Kaltim.
Nason Nadeak merasa bahwa keterangan Ridwan sudah menjelaskan jika eks pekerja sebanyak 7 orang itu memang bekerja selama 12 jam dalam sehari semalam, bukan justru 8 jam sebagimana keterangan dari pengusaha.
Jika Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan memeriksa Ridwan, diyakininya, akan mendapatkan informasi yang sama sekali berbeda dari keterangan pihak perusahaan.
“Saksi (Ridwan) melihat sendiri karena saksi adalah mantan karyawan CV. Karya Pacific Tehnik, dengan menggunakan absensi secara check lock. Kesaksian ini juga telah diberikan pada Persidangan dalam perkara No. 612/G/2023/TUN.JKT, dan CV. Karya Pacific tidak membantahnya,” kata Nason Nadeak.
Hingga kini, persoalan upah lembur yang tak dibayar itu masih terus bergulir.
Tim redaksi sudah mencoba menghubungi pihak CV Karya Pacific Teknik serta Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI, Yuli Adiratna. Namun keduanya belum memberikan respon perihal persoalan ini. (pra)