Arus Terkini

Ombudsman Kaltim Temukan Dugaan Pungutan Liar Wisuda Hingga Rp850 Ribu, Kadisdik Samarinda: Akan Kami Tindak!

Kamis, 20 Maret 2025 13:0

Kolase Kepala Ombudsman Kaltim, Mulyadin dan Kadisdikbud Kota Samarinda, Asli Nuryadin/Irwan-Arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO – Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur menemukan dugaan pungutan liar dalam penyelenggaraan wisuda atau pelepasan siswa di beberapa sekolah SMA dan SMK negeri.

Laporan dari masyarakat dan penyelenggara pendidikan yang masuk mengungkap adanya biaya wisuda yang dibebankan kepada siswa.

"Kami menerima satu laporan pengaduan dari masyarakat dan tiga laporan informasi dari penyelenggara pendidikan di Balikpapan, serta dua laporan dari Samarinda," ujar Kepala Ombudsman Kaltim, Mulyadin, saat dikonfirmasi redaksi Arusbawah.co, Kamis (20/03/2025).

Pungutan tersebut dinilai bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 melarang satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memungut biaya dari peserta didik.

Selain itu, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menegaskan bahwa komite sekolah tidak diperbolehkan melakukan pungutan kepada siswa atau orang tua.

Namun, di lapangan, Ombudsman menemukan indikasi pungutan yang dilakukan oleh komite sekolah dengan nominal yang bervariasi.

"Biaya yang dikenakan berkisar antara Rp350 ribu hingga Rp850 ribu. Bahkan, ada laporan siswa kelas 11 juga dikenakan pungutan," kata Mulyadin.

Salah satu orang tua siswa di Balikpapan mengaku keberatan dengan biaya yang harus dibayarkan.

"Diminta membayar Rp650 ribu untuk wisuda di hotel. Kalau tidak bayar, anak kami tidak bisa ikut perpisahan," ungkapnya.

Pihak sekolah disebut sudah membantah bahwa kebijakan itu berasal dari mereka.

Namun, Ombudsman melihat adanya potensi konflik kepentingan dalam penyelenggaraan kegiatan ini.

"Kami menemukan dugaan kepala sekolah menunjuk ketua komite sebagai ketua panitia perpisahan. Ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," jelas Mulyadin.

Selain itu, pengawasan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kaltim juga dinilai masih lemah.

"Hingga kini belum ada instrumen pengawasan yang efektif terhadap pelaksanaan larangan pungutan wisuda. Kanal pengaduan yang jelas bagi masyarakat juga belum tersedia," tambahnya.

Padahal, Gubernur Kaltim telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 400.3.1/7757/2024 yang menegaskan wisuda tidak boleh diwajibkan dan tidak boleh membebani orang tua siswa.

"Namun dalam praktiknya, edaran ini belum sepenuhnya dijalankan," kata Mulyadin.

Jika mengacu pada regulasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membatalkan pungutan yang dilakukan sekolah jika melanggar aturan atau meresahkan masyarakat.

"Pungutan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Dinas Pendidikan harus lebih aktif melakukan pembinaan dan pengawasan," tegasnya.

Ombudsman merekomendasikan beberapa langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini.

"Harus ada koordinasi antara instansi terkait, termasuk media, komunitas orang tua, dan pengawas sekolah. Pengawasan harus diperkuat melalui supervisi bersama dan penandatanganan pakta integritas," jelasnya.

Selain itu, Ombudsman mendorong adanya kanal pengaduan yang jelas agar masyarakat bisa melaporkan praktik pungutan yang dianggap tidak wajar.

Melihat persoalan itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Samarinda, Asli Nuryadin, menegaskan bahwa pungutan wisuda sangat tidak dibenarkan.

"Saya sudah berkali-kali sampaikan, enggak boleh," tegasnya saat dikonfirmasi.

Menurutnya, sekolah seharusnya tidak membebankan biaya wisuda kepada siswa dengan alasan apa pun.

"Saya sudah ingatkan teman-teman. Pungutan ini liar," tambahnya.

Jika wisuda atau perpisahan ingin tetap diadakan, ia menekankan harus ada solusi yang tidak membebani siswa.

"Kalau ada donatur yang ingin menanggung, itu lain cerita. Tapi jangan sampai siswa dipaksa membayar," jelasnya.

Ia juga menolak anggapan bahwa wisuda boleh dilakukan di sekolah asalkan tetap memungut biaya dari siswa.

"Di sekolah itu konotasinya harus murah meriah. Kalau bisa bawa makanan sendiri, dari kita, oleh kita, untuk kita," katanya.

Menurutnya, beberapa sekolah masih melakukan pungutan dengan berbagai modus, termasuk dengan dalih tabungan sejak kelas 1.

"Ada yang bilang urunan sejak kelas 1 sampai kelas 6. Itu tetap pungutan, saya bilang," tegasnya.

Jika ada wali murid yang keberatan dan membawa permasalahan ini ke media, kepala sekolah juga akan terkena dampaknya.

"Daripada repot nanti 99 orang setuju, satu orang enggak setuju terus masuk media, kan lebih baik dikembalikan saja uangnya," ujarnya.

Kadisdikbud memastikan akan menindaklanjuti temuan itu dengan memanggil kepala sekolah yang bersangkutan.

"Begitu ada laporan, saya langsung share ke kepala bidang atau panggil kepala sekolahnya," katanya.

Namun, ia menilai tidak semua pungutan berasal dari kebijakan kepala sekolah.

"Bisa saja dari kelompok orang tua sendiri yang bikin. Tapi tetap, kepala sekolah harus tahu. Mereka yang bertanggung jawab," katanya.

Kadisdikbud juga menegaskan bahwa komite sekolah tidak boleh melakukan pungutan.

"Komite itu ada di bawah kepala sekolah. Jadi kepala sekolah harus bertanggung jawab," pungkasnya.

Ads Arusbawah.co
Tag

MORE