Arus Terkini

Mantan Sekda Pernah Diperiksa, Sidang Dugaan Korupsi Turap Tana Tidung Hadirkan 2 Saksi! Terdakwa Akui Ada Tekanan 

Selasa, 3 Desember 2024 13:59

Sidang pemeriksaan saksi Perkara Dugaan Korupsi proyek pembangunan Turap di Kabupaten Tana Tidung (KTT), Kalimantan Utara

ARUSBAWAH.CO - Perkara tindak pidana korupsi proyek pembangunan Turap tahun anggaran 2010-2013 di Kabupaten Tana Tidung bergulir di persidangan.

Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Samarinda menggelar sidang pemeriksaan saksi-saksi atas kasus dugaan korupsi tersebut pada, Selasa (03/12/2024) siang.

Kasus ini sempat menjadi perhatian publik, karena diduga dengan besaran nilai korupsi Rp 95,6 Miliar berdasarkan LHP BPK, banyak pihak diduga terlibat. Namun, baru satu orang yang divonis bersalah, atas nama Ibramsyah.

Dalam proses hukum Ibramsyah itu, beberapa petinggi di Tana Tidung pun sebelumnya sudah pernah dimintai keterangan.

Di antaranya, mantan bupati, Undunsyah, serta dua nama pejabat tinggi di Tana Tidung yang turut dipanggil sebagai saksi. Mereka adalah Mantan Sekda Tana Tidung Said Agil yang saat ini mencalonkan diri sebagai Bupati Tana Tidung dan Kepala Dinas PUPR Tana Tidung Hadi Aryanto.

Berlanjut pada persidangan hari ini, dua dari enam saksi yang dipanggil hadir, sementara empat saksi lain absen.

Perkara korupsi ini melibatkan eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Kabupaten Tana Tidung, Ibramsyah, yang sudah divonis bersalah.

Sementara itu, juga melibatkan Syahrin, kini sebagai terdakwa, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Panitia Pengadaan Proyek itu.

Pada akhirnya berlanjut dengan pembacaan keterangan saksi.

Dalam persidangan pemeriksaan saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 6 pihak yang dijadwalkan, akan tetapi yang hadir dalam persidangan tersebut hanya 2 saksi yaitu Muhammad Jaya Bakri sebagai Konsultan Perencana dan Yusfa merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Kedua saksi ini dimintai keterangan terkait perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan turap yang bermasalah tersebut.

Dalam keterangan saksi, Muhammad Jaya Bakri mengungkapkan bahwa proyek tersebut tidak pernah mencapai tahap penyelesaian 100 persen.

Salah satu kendalanya adalah pembebasan lahan yang belum tuntas, terutama di area yang masih dihuni oleh warga.

"Ada rumah warga yang berdiri di lokasi proyek. Pembayaran untuk pembebasan lahan itu belum selesai," ungkapnya.

Hal itu diperkuat oleh saksi berikutnya yaitu Yusfa, yang menyebut bahwa kendala pembebasan lahan seharusnya menjadi prioritas sebelum pembangunan dimulai.

"Betul yang mulia, pembangunan turap tetap dilanjutkan meskipun persoalan lahan belum tuntas," jelas Yusfa di hadapan Majelis Hakim.

Lebih lanjut, Hakim dalam persidangan turut menyoroti masalah perencanaan proyek tersebut.

Ia mempertanyakan alasan mengapa pembebasan lahan tidak dilakukan terlebih dahulu.

“Kenapa tidak diselesaikan dulu masyarakat yang tidak mau pindah? Seharusnya ada mediasi lebih awal. Ini kan perencanaan harus matang, termasuk sosialisasi, verifikasi, dan pembebasan lahan sebelum pembangunan dimulai,” tegas hakim.

Hakim juga menekankan bahwa tindakan membangun turap sebelum menyelesaikan urusan lahan justru membuat proyek mangkrak.

"Sekarang negara dirugikan, kenapa proyek tetap dikerjakan tanpa memastikan lahan sudah clear?" ujar hakim

Syahrin, terdakwa dalam kasus ini, mengakui bahwa keterangan para saksi sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Ia mengaku bahwa pembebasan lahan memang menjadi masalah utama yang menghambat penyelesaian proyek.

“Memang benar, pembebasan lahan belum selesai saat itu. Tapi kami tetap melanjutkan proyek karena ada tekanan waktu,” ujarnya di hadapan majelis hakim.

Proyek yang dimulai sejak tahun 2010 hingga 2013 ini berakhir dengan banyak pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi dan target penyelesaian.

JPU dalam sidang juga mengungkapkan bahwa akan ada lebih banyak saksi yang dihadirkan untuk menggali lebih dalam dugaan korupsi ini.

“Kami telah memanggil enam saksi, tetapi yang hadir hari ini hanya dua. Pekan depan, kami akan memanggil saksi-saksi lain untuk memberikan keterangan tambahan,” ujar JPU.

Diberitakan sebelumnya, pembangunan turap itu, merupakan konstruksi batu kali untuk menahan tanah dari longsor, telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 95,6 miliar berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Proyek yang berlangsung pada 2010-2013 ini diduga melibatkan beberapa pihak, termasuk panitia pengadaan pembangunan turap di Kecamatan Sesayap, Sesayap Hilir, dan Tana Lia.

Penetapan tersangka Syahrin diumumkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bulungan, Rahmatullah Aryadi, pada Selasa (13/8/2024).

Ia menjelaskan bahwa tersangka Syahrin merupakan ketua panitia pengadaan proyek pada saat itu.

“Penetapan tersangka Syahrin merupakan bagian dari pengembangan kasus yang melibatkan Ibramsyah, yang sebelumnya berperan sebagai pengguna anggaran,” kata Rahmatullah dilansir dari TribunKaltara.

Menurut Rahmatullah, berkas perkara terhadap tersangka S kini telah memasuki tahap II.

Namun, ia belum dapat memastikan apakah ada pihak lain yang akan ditetapkan sebagai tersangka.

Proses penyelidikan masih terus berlangsung di bawah pengawasan Bareskrim Mabes Polri.

Sebelumnya, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Kabupaten Tana Tidung, Ibramsyah, divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta atas perannya dalam kasus ini.

Vonis ini jauh lebih rendah dibandingkan tuntutan awal jaksa, yaitu 10 tahun penjara.

Hal ini membuat pihak Kejari Bulungan mengajukan banding.

“Putusan hakim belum memenuhi dua per tiga dari tuntutan, padahal kerugian negara sangat besar,” tegas Rahmatullah.

Ia menambahkan, vonis yang ringan tidak mencerminkan rasa keadilan mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.

Kasus ini bermula dari temuan bahwa pembangunan turap tersebut tidak sesuai dengan prosedur.

Tidak adanya penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) menjadi salah satu pelanggaran serius.

Hal ini melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Proyek ini menggunakan skema tender untuk menentukan kontraktor pelaksana.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mantan kepala dinas, Ibramsyah, tidak menjalankan proses tersebut sebagaimana mestinya.

Hal ini membuat terjadinya penyimpangan yang berujung pada kerugian negara. (wan)

Ads Arusbawah.co
Tag

MORE