Sedangkan di sektor kebun kayu (HTI), PT Mayawana Persada di Kalbar menjadi penyumbang terbesar dengan 6.145 hektare hutan yang hilang.
Disusul perusahaan-perusahaan HTI lain di Kalbar, Kaltim, dan Kalteng.
Untuk sektor tambang, PT Berau Coal di Kaltim tercatat membuka lahan seluas 2.039 hektare.
Disusul PT Cita Mineral Investindo 1.442 hektare dan PT Timah Tbk 1.070 hektare.
Tak ketinggalan, ekspansi sawit juga memakan banyak hutan.
PT Borneo International Anugerah di Kalbar menyumbang deforestasi sawit terbesar dengan 2.019 hektare.

Terkait laporan dari Yayasan Auriga Nusantara, pengamat justru mempertanyakan validitas dan metodologi data yang digunakan.
Rustam Fahmy, pengamat kehutanan sekaligus dosen Universitas Mulawarman, mengatakan bahwa data yang dilaporkan Auriga itu masih bisa diperdebatkan.
"Deforestasi itu sendiri kemarin kan sempat diubah definisinya sama pemerintah. Saya melihat laporan Auriga ini mungkin respons terhadap redefinisi itu," kata Rustam saat dihubungi melalui tepon oleh redaksi Arusbawah.co pada, Sabtu (19/42025).
Rustam menekankan pentingnya melihat sumber data dan definisi deforestasi yang digunakan berdasarkan fakta dan kebenaran.
Menurutnya, di Indonesia, sumber data resmi soal tutupan hutan adalah data dari Kementerian Kehutanan dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Kaltim.
"Saya lihat, datanya berbeda dengan yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan. Kalau mau resmi, tetap harus pakai wali data dari pemerintah," jelasnya.
Ia mengingatkan, perubahan definisi deforestasi berpengaruh terhadap angka yang muncul.
Berbeda dengan Auriga, Rustam menegaskan, angka deforestasi di Kalimantan Timur menurut Kementerian Kehutanan tercatat justru lebih rendah dari yang dilaporkan Auriga.
"Kalau di pemerintah, deforestasi nasional itu sekitar 175 ribu hektare, beda jauh sama yang dilaporkan yayasan," ujar Rustam.
