ARUSBAWAH.CO - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp750 miliar untuk program Pendidikan Gratis (Gratispol) tahap awal 2025.
Program itu merupakan salah satu janji politik Gubernur Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji dalam Pilkada Kaltim 2024.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, mengatakan bahwa anggaran tersebut telah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim.
Saat ini, untuk menjalankan program Gratispol masih menunggu penerbitan Surat Keputusan (SK) Gubernur sebelum dapat direalisasikan.
“Kita sudah siapkan anggaran dan tinggal menunggu SK Gubernur. Program ini akan segera dijalankan sesuai dengan mekanisme yang sudah disusun,” kata Seno Aji.
Di tengah persiapan program ini, Pemprov Kaltim juga baru saja melakukan pemangkasan anggaran sebesar Rp402 miliar akibat pengurangan dana dari pemerintah pusat.
Pemotongan dilakukan di beberapa sektor, termasuk perjalanan dinas, alat tulis kantor (ATK), dan kebutuhan yang dianggap tidak mendesak.
Seno Aji bilang, pemangkasan ini tidak akan berdampak pada program prioritas, termasuk pendidikan gratis.
“Misalnya perjalanan dinas, dari Rp20 miliar kita pangkas jadi Rp10 miliar, tapi program pendidikan tetap jalan,” ujarnya.
Ia katakan bahwa program Gratispol akan mencakup seluruh jenjang pendidikan dari SMA/SMK hingga perguruan tinggi.
“Yang pasti, kita ingin masyarakat Kaltim bisa mengakses pendidikan dengan lebih mudah dan tidak terbebani biaya,” katanya.
Rencananya, program ini akan mulai berjalan saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025.
Menanggapi hal itu, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Mulawarman, Eddy Iskandar, menilai bahwa pendidikan memang harus menjadi prioritas pembangunan.
Menurutnya, pendidikn memang cara tercepat untuk membangun masyarakat modern, bukan sekadar membangun infrastruktur.
Namun, Eddy mengingatkan bahwa pendidikan tidak hanya bisa digenjot dari sisi kuantitas, seperti memastikan lebih banyak siswa bersekolah.
“Kalau hanya mengejar angka, misalnya dari SMA ke perguruan tinggi, tapi kualitasnya rendah, maka program ini bisa jadi tidak efektif,” katanya pada Senin (24/02/2025).
Ia mencontohkan bahwa pendidikan modern seharusnya juga mencakup pola pikir yang lebih tertata, seperti budaya membuang sampah pada tempatnya, kebiasaan membaca, dan diskusi yang berkualitas.
“Kalau program pendidikan gratis hanya berorientasi pada angka dan tidak membangun kualitas berpikir, outputnya akan biasa saja,” tambahnya.
Eddy menilai, Jika mekanisme program ini tidak dirancang dengan jelas, berpotensi menimbulkan permasalahan baru.
Eddy bilang bahwa program Gratispol seharusnya tidak menjadi beban bagi sekolah maupun memperlebar kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta.
"Kalau mekanismenya tidak jelas, bisa muncul masalah baru. Jangan sampai Gratispol justru membebani sekolah atau menciptakan kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta," tambahnya.
Lebih lanjut, menurutnya, alokasi Rp750 miliar bukan angka kecil, tetapi tantangan utamanya bagaimana dana ini bisa digunakan secara efektif.
Apalagi, Eddy melihat hingga kini belum ada penjelasan rinci apakah program ini benar-benar membebaskan semua biaya atau hanya sebagian.
"Belum jelas juga kan apakah biaya buku, seragam sekolah, dan transportasi juga akan ditanggung oleh program Gratispol ini. Kalau biaya nya di tanggung siswa yah sama aja bohong," kata Eddy
"Kita harus melihat sampai aspek sekecil itu jangan sampai hal kecil diabaikan menimbulkan persoalan," pungkasnya.
