Arus Terkini

Yuk, Kenalan dengan 6 Delegasi Muda Indonesia di COP 16 CBD Kolombia

Senin, 21 Oktober 2024 3:58

Deliana (Foto_ IG dellysape)

Reza berpendapat, hak anak yang paling terabaikan adalah pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang merata, dan dampak perubahan iklim.

Menurutnya, ketiga isu ini saling berhubungan dan sering kali menciptakan kondisi yang merugikan anak-anak. Kurangnya akses pendidikan, terhambatnya kesehatan, dan dampak buruk perubahan iklim bisa berpengaruh terhadap masa depan generasi mendatang.

“Dalam menangani isu-isu ini dibutuhkan pendekatan yang holistik. Saya percaya, solusi terbaiknya adalah melibatkan anak muda sebagai mitra yang setara dalam setiap proses pengambilan keputusan. Pendapat dan perspektif anak muda sering kali diabaikan, padahal kami adalah generasi yang akan merasakan dampak langsung dari keputusan-keputusan tersebut,” kata Reza.

Salah satu inisiatif penting dari Reza adalah pelatihan Youth Advocacy Guide, sebuah panduan advokasi untuk pemuda.

Panduan bertujuan memberikan alat bagi kaum muda untuk lebih efektif dalam menyuarakan masalah yang terjadi di lingkungannya.

“Kami ingin memastikan bahwa generasi muda tidak hanya dipandang sebagai penerima kebijakan, tetapi juga sebagai aktor yang berperan aktif dalam merumuskan solusi jangka panjang,” katanya.

Inisiatif lain yang ia gagas adalah keterlibatan dalam program Lingkaran Remaja UNICEF Indonesia. Program ini dirancang untuk mendukung remaja putus sekolah melalui pendidikan keterampilan abad ke-21 dan mitigasi bencana.

Tidak hanya membantu peserta untuk kembali ke jalur pendidikan formal, program ini juga memberikan bekal keterampilan yang relevan dengan tantangan masa depan, termasuk kemampuan untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

“Bagi saya, memperjuangkan hak-hak anak bukan hanya tentang terlibat dalam advokasi di ruang-ruang besar atau menjadi bagian dari program-program besar. Ini juga tentang aksi kecil yang berdampak besar,” tegas Reza.

Isu yang menjadi fokus kegiatan Komunitas BALENTA adalah pemenuhan hak anak, kesehatan reproduksi remaja, dan kesehatan mental. Mengapa?

“Karena, anak-anak termasuk yang paling terdampak, ketika terjadi bencana. Oleh sebab itu, kami fokuskan untuk memberikan pendampingan psikososial dan trauma healing kepada anak-anak,” kata Novita.

Komunitas tersebut berawal saat Novita dan teman-temannya terlibat sebagai relawan untuk memberi pendampingan yang sama bagi anak-anak terdampak bencana siklon tropis Seroja selama sekitar 2 bulan.

Ketika itu, mereka membuka donasi di akun media sosial dan juga mendistribusikan bantuan ke beberapa titik lokasi bencana, sambil bermain dan belajar bersama anak-anak di sana.

Novita bercerita, meski komunitas BALENTA saat ini dalam masa transisi, ia dan beberapa teman di Alor masih aktif melakukan edukasi dan kampanye sebagai fasilitator dan pembicara di beberapa kegiatan yang diadakan oleh gereja, serta pusat pengembangan anak dan sekolah.

“Kami mengupayakan untuk memberikan pemahaman tentang mitigasi isu dan bencana sesuai kapasitas dan kemampuan kami,” katanya.

Dalam hal isu lingkungan dan sosial, menurut Novita, yang menjadi tantangan adalah kedua isu tersebut tidak dipandang sebagai isu yang seksi oleh orang muda.

“Mereka tahu dan paham tetapi tidak tertarik untuk terlibat terlalu jauh, sebab sangat berisiko, terlebih bagi mereka bekerja dalam instansi pemerintahan atau berencana menjadi bagian dari instansi," katanya.

Tak patah arang, Novita dan timnya berkampanye di media sosial, branding gerakan dan kerja mereka, serta berkolaborasi dengan pemuda gereja, pemuda masjid dan sejumlah komunitas akar rumput untuk memperbanyak dan memperluas gerakan aksi BALENTA.

“Kami menyadari bahwa isu ini tidak dapat kami suarakan sendiri,” tegas Novita.

MADANI Berkelanjutan merupakan organisasi yang memelopori kolaborasi lintas sektor dan aktor untuk aksi penyelamatan iklim melalui perbaikan tata kelola sumber daya alam, terkhusus hutan dan lahan.

Salma berpandangan, selama ini, pembahasan soal aksi mitigasi dan adaptasi selalu dilakukan secara terpisah. Seakan-akan upaya pengurangan emisi yang dilakukan secara besar-besaran bisa dipisahkan dari upaya menciptakan resiliensi masyarakat.

“Pandangan seperti ini sering kali semakin menyingkirkan masyarakat rentan dari diskusi terkait upaya penanggulangan krisis iklim dan justru meningkatkan kerentanan masyarakat rentan itu sendiri. Karena itu, MADANI bersama organisasi lain berusaha mengadvokasi pentingnya berangkat dari mengakomodasi kebutuhan spesifik masyarakat rentan terlebih dahulu, yang secara tidak langsung akan mengurangi emisi juga,” kata Salma.

Ia mencontohkan, salah satu program pemerintah untuk mengatasi krisis pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim adalah pengembangan food estate.

Program ini tidak jarang justru semakin menambah kerentanan masyarakat.

“Kami mendorong pentingnya pengakuan, tidak hanya wilayah adat yang telah dikelola masyarakat, tapi juga pengakuan atas pengetahuan pengelolaan lahan, pemilihan bibit dari masyarakat adat untuk menciptakan ketahanan pangan," tegasnya.

Tag

MORE