Arus Terkini

Yang Jadi Atensi KIKA soal Kebebasan Akademik Sepanjang 2024, dari Mayoritas Pelanggaran hingga Penganugerahan Gelar Guru Besar

Selasa, 31 Desember 2024 6:57

Kolase beberapa peristiwa berkaitan dengan kebebasan akademik sepanjang tahun 2024/ kolase oleh arusbawah.co

Sebaliknya kontrol dan kendali atas perguruan tinggi swasta dilakukan dengan berbagai cara lain, antara lain melalui regulasi perihal akreditasi.

Untuk keduanya, PTN dan PTS selanjutnya dibebankan target-target atau capaian-capaian yang tidak kerap kali dalam praktiknya justru kontraproduktif.

"Misalnya terkait dengan penelitian dan pengabdian masyarakat yang dikaitkan dengan publikasi di jurnal terindeks scopus. Singkat kata, pembirokratisasian pengelolaan perguruan tinggi terus menguat dan yang dikorbankan adalah ikhtiar membangun suasana akademis di mana civitas academica dapat menikmati ruang kebebasan untuk berkarya (pengajaran, pendidikan, pengabdian masyarakat) dan turut berpartisipasi secara aktif dalam mengembangkan kebijakan pembangunan dan turut mengawasinya," ungkap pihak KIKA.

"Untuk itu kebebasan akademis menjadi prasyarat dan justru kebebasan itulah yang terancam ketika civitas academica (dosen-mahasiswa) dikekang dengan segala macam tuntutan. Secara konkrit, nalar kritis civitas academica ditumpulkan ketika kemerdekaan yang seharusnya diberikan padanya justru dikendalikan, dikekang atau

diam-diam diberangus,".

KIKA sepanjang 2024 mencermati bahwa ancaman terhadap kebebasan akademik terkait berkelindan dengan persoalan-persoalan lain.

Mulai dari perdebatan perihal kenaikan pembayaran UKT, joki jurnal ilmiah hingga penganugerahan gelar guru besar kepada tokoh politik, aparat penegak hukum dan pejabat lainnya sampai dengan ketidakadilan yang muncul akibat kebijakan pemerintah maupun pembangunan.

Sepanjang 2024, KIKA mendampingi berbagai kasus pelanggaran kebebasan akademik. Terdata 27 jenis kasus yang didampingi dan menjadi perhatian oleh KIKA.

Berdasarkan kasus tersebut, Dosen, mahasiswa, kelompok masyarakat sipil menjadi korban pelanggaran kebebasan akademik.

Dari jenis kasus yang ditangani, KIKA mencatat ada 5 (lima) bentuk pelanggaran kebebasan akademik, adapun tekanan dan ancaman tersebut ditandai dengan:

I) Serangan Kepada Gerakan Mahasiswa (BEM, Persma, dsb), yaitu kasus, represi fisik dan akademik terhadap mahasiswa UIN Alauddin Makassar, pembredelan diskusi serta nobar film “Pesta Oligarki” disertai kriminalisasi terhadap mahasiswa UIN Ar-Ranniry Banda Aceh, represi terhadap Persma Universitas Merdeka Malang, kriminalisasi Khariq dan represi terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi menentang kenaikan UKT UNRI, kekerasan aparat penegak hukum pada aksi massa darurat demokrasi, hingga soal pembekuan BEM FISIP Unair akibat kritik satire terhadap Presiden Prabowo dan Gibran.

II) Problem insan akademik dan kaitan dengan advokasi kebijakan publik ditandai dengan upaya melawan pemanipulasian sejarah, sebagaimana adanya pemberian gelar kehormatan Prabowo dan tantangan terhadap masyarakat sipil, pembentengan kebebasan ekspresi dengan advokasi kasus kriminalisasi terhadap masyarakat sipil, seperti kasus hukum yang dihadapi Septi, pemberangusan kritik akademisi selama Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, pemberhentian Prof. Budi Santoso (BUS) sebagai Dekan FK Unair setelah mengecam kebijakan membolehkan masuknya Dokter Asing sebagai dampak Omnibus Law bidang Kesehatan.

III) Problem insan akademik dan kaitan dengan advokasi problem sumberdaya alam, khususnya serangan balik atas upaya keberpihakan akademisi, baik serangan terhadap mereka yang mendampingi atau bersuara soal, kasus Proyek Strategis Nasional, seperti advokasi Rempang dan Wadas; pelarangan peneliti asing isu orangutan melawan KLHK (Erick Meijaard, dkk), advokasi kasus agraria Pakel, Banyuwangi, dan persiapan untuk Festival Korban PSN (Food Estate Merauke).

IV) Masalah mendasar berkaitan dengan integritas akademik dan polemik guru besar ditandai dengan polemik ‘program instan’ politisasi seperti ‘Doktor kilat’ Bahlil Lahadalia, polemik pejabat publik dan tokoh dari penegak hukum yang bermasalah dalam pengangkatan Guru Besar Kehormatan dan Doktor Kehormatan dari kalangan jaksa, hakim, maupun kepolisian, atau bahkan politisi, polemik lanjutan BRIN, skandal GB abal-abal yang belum tuntas diusut oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud-Ristek, maupun belum ditindaklanjuti oleh Kemendiktisaintek, serta persoalan integritas akademik GB lainnya menyangkut mafia perjurnalan dan bahkan kejahatan publikasi antar negara (transnational organised crimes on publication), yang bentuknya dari produksi jurnal predatoris hingga mafia pencatutan penulis asing untuk tujuan metrics.

Tag

MORE