Apalagi saat ini, pemerintah memutuskan memangkas anggaran pendidikan yang berdampak ke biaya operasional perguruan tinggi.
“Perusahaan tambang dapat menjadi pendonor yang dengan mudah menyetir perguruan tinggi untuk mendukung kepentingan sektor tambang dan sumber energi fosil,” Sartika menegaskan.
Perguruan tinggi diminta harus kembali pada tiga pilar dasar dalam Tridarma Perguruan Tinggi, mencakup Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Yang menegaskan peran kampus tidak terbatas pada pendidikan, tetapi dimensi yang lebih luas sehingga kehadirannya mampu mengatasi tantangan global, seperti ketimpangan sosial, ketidakadilan, kemiskinan, dan krisis iklim.
“Dengan dominasi BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta yang cenderung berbisnis batu bara, transisi ke energi terbarukan berpotensi terhambat. Perguruan tinggi akan mengalami kesulitan mendorong penelitian terkait teknologi energi terbarukan karena keterbatasan sumber daya atau konflik kepentingan dengan mitra industri yang tidak mendukung transisi energi,” ujar Sartika.
Sementara itu, menurut Herdiansyah Hamzah, Dosen Universitas Mulawarman sekaligus Anggota Badan Pekerja Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), ada dua motif utama yang mendorong pasal dalam UU Minerba tersebut disetujui.
Pertama, ia nilai, regulasi tersebut merupakan tukar tambah berupa sogokan izin konsesi tambang, yang saat ini ketentuannya diubah menjadi perguruan tinggi sebagai penerima manfaat bisnis pertambangan. Tujuannya, sebagai strategi pemerintah dan DPR untuk menundukkan kampus.
“Motif kedua, kampus dipaksa menjadi stempel kejahatan industri ekstraktif yang sangat membahayakan. Kampus pada akhirnya dijadikan mesin reproduksi pengetahuan yang seolah-olah menunjukkan industri pertambangan yang mematikan ini bermanfaat di mata publik,” tegas Castro, demikian Herdiansyah Hamzah biasa disapa.
Tag