Ia juga menyoroti bahwa proses pencetakan dan distribusi surat suara seharusnya mengikuti mekanisme tender sesuai aturan.
Namun, mengingat keterbatasan waktu, ia khawatir langkah-langkah darurat yang diterapkan justru bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Apakah pencetakan logistik bisa dilakukan tanpa lelang? Jika iya, harus ada dasar hukum yang kuat agar tidak menimbulkan persoalan hukum di masa depan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Syaiful kembali mengingatkan bahwa selama pelaksanaan PSU nanti, kepala daerah yang sebelumnya menjabat tetap memiliki pengaruh politik yang besar.
Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap potensi kecurangan, terutama yang melibatkan aparat pemerintahan dan penggunaan fasilitas negara.
“Undang-Undang Pilkada pada Pasal 70, 71, dan 73 sudah jelas bahwa kepala daerah tidak boleh menggunakan kekuasaan birokrasi untuk kepentingan politik. Hal ini harus diawasi dengan seksama agar tidak terjadi manipulasi suara,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa keberadaan Bawaslu sangat penting dalam PSU ini, terutama untuk memastikan tidak ada tekanan dari pihak manapun terhadap pemilih.
Ia menegaskan bahwa PSU seharusnya menjadi momentum demokrasi yang adil, bukan sekadar formalitas untuk menuruti putusan MK.
Dengan diskualifikasi Edy Damansyah, partai pengusung seperti PDIP, Demokrat, dan Partai Gelora kini memiliki opsi untuk mencalonkan figur baru.
Tag