Dalam black law dictionary, pelantikan dimaknai sebagai upacara formal melantik seseorang untuk menjabat; upacara formal memperkenalkan sesuatu untuk kepentingan umum; permulaan formal suatu periode waktu atau tindakan . Sementara dalam cambridge dictionary, pelantikan diartikan sebagai tindakan resmi menempatkan seseorang pada posisi penting, atau upacara di mana hal ini dilakukan; tindakan sesuatu yang resmi mulai digunakan, yang menandi awal periode .
Dalam beragam referensi, pelantikan selalu berkaitan dengan 2 hal, yakni : Pertama, pelantikan pertanda terjadinya proses peralihan kekuasaan dari pejabat yang lama kepada pejabat yang baru. Kedua, peralihan kekuasaan ini bermakna pejabat yang baru telah memulai menjalankan kekuasaannya. Legitimasi diperoleh berdasarkan peristiwa hukum yang disebut sebagai “pelantikan” ini.
Pada dasarnya, dalam sistem kekuasaan pemerintahan kita, hanya Kepala Daerah definitif, Wakil Kepala Daerah definitif, dan Penjabat Kepala Daerah yang dilantik sebelum menduduki jabatannya.
Hal ini ditegaskan dalam beberapa ketentuan.
Pertama, dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Guberbur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Kedua, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelantikan Kepala Daerah Dan/Atau Wakil Kepala Daerah. Kedua regulasi ini hanya mengatur pelantikan kepala daerah dan wakil kepala definitif, serta penjabat (Pj) kepala daerah, tidak mengatur pelantikan bagi pelaksana tugas (Plt) , Pelaksana harian (Plh), dan Penjabat sementara (Pjs) .
Hal ini dikarenakan tidak adanya penyerahan kekuasaan yang ditandai perlihan dari pejabat yang lama kepada pejabat yang baru. Baik Plt, Plh, maupun Pjs, hanya menggantikan pejabat definitif untuk sementara waktu, terutama saat pejabat definitif berhalangan sementara untuk menjalankan tugas rutinnya sehari-hari. Oleh karena itu, terhadap Plt, Plh, dan Pjs hanya dilaksanakan pengukuhan sebelum menjalankan fungsi dan kewenangannya.
Pelantikan dan pengukuhan, jelas merupakan 2 terminologi yang berbeda. Hal ini terutama berkaitan darimana dan bagaimana kekuasaan itu diperoleh. Jadi bisa diidentifikasi berbadasarkan peristiwa hukumnya masing-masing. Jika pelantikan itu basisnya “peralihan kekuasaan”, maka pengukuhan basisnya “fungsional”, yang konteksnya adalah kekuasaan yang dijalankan hanya untuk sementara waktu, terutama disaat pejabat definitif berhalangan sementara.
Hal ini memberikan kejelasan jika hitungan masa jabatan atau perodesasi jabatan kepala daerah, semestinya dimulai sejak saat peralihan kekuasaan berlangsung. Dalam hal ini ditandai dengan proses pelantikan melalui pengambilan sumpah jabatan, sebelum kekuasaannya dijalankan, lalu dilanjutkan dengan serah terima jabatan .
Dan hitungan berdasarkan pelantikan ini, hanya mungkin dilakukan terhadap jabatan-jabatan yang mencakup kepala daerah dan wakil kepala daerah definif, serta penjabat kepala daerah. Adapun jabatan yang hanya dikukuhkan, mencakup Plt, Plh, dan Pjs, tidak termasuk dalam periodesasi atau perhitungan masa jabatan.
Pelantikan sebagai awal hitungan masa jabatan sendiri, bukanlah hal yang baru. Dalam PKPU sebelumnya, yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota (PKPU Nomor 9 Tahun 2020), pelantikan sudah dijadikan patokan dalam menghitung masa jabatan.
Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf o angka 1 PKPU Nomor 9 Tahun 2020, disebutkan bahwa, “penghitungan 2 (dua) kali masa jabatan dihitung berdasarkan jumlah pelantikan dalam jabatan yang sama, yaitu masa jabatan pertama selama 5 (lima) tahun penuh dan masa jabatan kedua paling singkat selama 2 ½ (dua setengah) tahun, dan sebaliknya”. Hal ini kemudian diperkuat dalam Pasal 4 ayat (1) huruf o angka 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020, yang menyatakan eksplisit bahwa, “perhitungan 5 (lima) tahun masa jabatan atau 2 ½ (dua setengah) tahun masa jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dihitung sejak tanggal pelantikan sampai dengan akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati dan Wakil Bupati atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang bersangkutan”.
Perhitungan masa jabatan sejak saat pelantikan, juga disebutkan eksplisit dalam penjelasan Pasal 38 ayat (1) huruf o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, yang menyebutkan bahwa, “Bahwa yang bersangkutan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan di daerah yang sama atau daerah lain dan perhitungan dua kali masa jabatan dihitung sejak saat pelantikan”.
Tag