Sawah yang dulu dikenal hijau merana kini sering tergenang banjur yang membawa lumpur tambang saat hujan, kalau saat tak hujan sawah kekurangan air.
Ironisnya, persawahan yang dulu terkena dampak tambang kini sebagian justru tergantung pada lubang bekas tambang yang ditinggalkan untuk memenuhi kebutuhan airnya.
Bukan karena pilihan, tapi karena tak ada alternatif lain.
Lubang yang seharusnya ditutup malah jadi sumber air darurat bagi persawahan.
Makroman pun dijadikan simbol perlawanan.
Menurut XR Bunga Terung, tragedi ekologis di sana bukan sekadar hasil kelalaian perusahaan, tapi juga bentuk kegagalan negara.
Mereka menilai, Pemerintah tak mampu menegakkan hukum, apalagi melindungi warga.
“Lubang tambang ini bukan cuma lubang di tanah. Ia simbol kebohongan besar industri ekstraktif yang terus dipelihara,” ucapnya.
Padahal, tiap tahun pemerintah dan perusahaan tambang selalu janjikan hal sama mulai dari perbaikan, reklamasi, dana kompensasi.
"Tapi di lapangan? Nol besar, yang ada hanya formalitas dan laporan palsu," lanjutnya.
Bahkan, beberapa lubang yang dibiarkan kini jadi habitat buaya. Dan hal itu menjadikan ancaman baru buat warga.
Tapi tetap saja, tak ada tindakan.
Mereka menyebut, perusahaan lepas tangan, pemerintah sibuk cari alasan administrasi.
XR Bunga Terung menuding pemerintah lebih peduli pada bisnis tambang daripada keselamatan rakyat.
Tag