Arus Terkini

Dugaan Kredit Fiktif di Bankaltimtara, Akademisi Beri Poin soal SPK Jadi Jaminan, Rekam Jejak Kreditur Juga Disebut

Selasa, 29 Oktober 2024 13:42

Hairul Anwar, pengamat ekonomi sekaligus akademisi dari Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman/ Foto: IST

ARUSBAWAH.CO - Ditahannya dua pegawai Bankaltimtara oleh Kejaksaan Tinggi Kaltim karena diduga terlibat dalam skandal kredit fiktif turut mendapat respon dari Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Hairul Anwar.

Diketahui, DZ, Pimpinan Bidang Perkreditan Bankaltimtara Cabang Balikpapan, dan ZA, yang menjabat sebagai Penyedia Kredit UMKM & Korporasi di bank pelat merah tersebut kini sudah ditahan.

Pada Kamis (24/10/2024), kedua tersangka diamankan oleh pihak Kejati dan telah diborgol.

Menanggapi hal tersebut, Hairul Anwar, pengamat ekonomi sekaligus akademisi dari Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, memberikan pandangannya.

Menurutnya, kasus seperti ini, bukanlah hal baru di dunia perbankan, tetapi sangat disayangkan terjadi hal semacam ini di bank berpelat merah.

Namun, ia menyoroti pentingnya peran bank milik daerah yang seharusnya menjadi hal yang utama bagi perekonomian daerah, terutama dalam menjaga kepercayaan publik.

“Kejadian seperti ini jelas menurunkan citra bank daerah. Masyarakat bisa mulai berpikir bahwa pengajuan kredit di bank daerah menjadi lebih mudah diakses namun dengan risiko tinggi, terutama karena pengawasan di internal bank dipertanyakan", tambahnya.

Hairul Anwar mengungkapkan bahwa peristiwa ini berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap bank milik pemerintah.

Ia menekankan bahwa publik kini memiliki tuntutan lebih tinggi terhadap keamanan dana yang mereka simpan.

Hairul Anwar juga menyayangkan masih digunakannya SPK (Surat Perintah Kerja) proyek sebagai jaminan untuk pengajuan kredit.

Menurutnya, SPK seharusnya tidak lagi dijadikan dasar untuk menjamin kredit, apalagi jika proyek terkait berada di luar wilayah Kaltim, yang artinya lebih sulit dikontrol.

“Jika SPK yang dijadikan jaminan terlambat dibayarkan, apa yang bisa disita? Inilah yang membuat kasus kredit fiktif dengan jaminan SPK menjadi sulit diantisipasi oleh bank, terlebih bank pemerintah,” ungkap Hairul.

Ia menilai kasus ini harus dievaluasi lebih mendalam pada kebijakan kredit di Bankaltimtara.

Hairul menekankan pentingnya kebijakan untuk memastikan bahwa jaminan yang digunakan dalam pemberian kredit dapat dipertanggungjawabkan.

Menurutnya, bank seharusnya memiliki kebijakan yang lebih ketat terkait jaminan kredit.

Bankaltimtara perlu mengevaluasi penggunaan SPK sebagai jaminan. Di era modern ini, sudah seharusnya bank dapat memanfaatkan aplikasi cek kredit dari BI atau OJK untuk memastikan kredibilitas calon nasabah," jelasnya.

Hairul Anwar juga menyampaikan bahwa pemberian kredit sebaiknya tidak hanya mengandalkan dokumen seperti SPK, tetapi juga menilai rekam jejak kreditur.

Ia menekankan pentingnya memperhatikan rekam jejak kreditur, terutama untuk kredit UMKM.

Hairul menegaskan perlunya pengawasan yang ketat terhadap pemberian kredit dan proses pengajuan jaminan di bank milik pemerintah.

Dewan pengawas, menurutnya, harus dapat mengawasi kredit secara menerus dan memastikan bahwa prosedur persetujuan kredit berjalan sesuai dengan regulasi yang ada.

“Bank pemerintah seperti Bankaltimtara harus memiliki pengawasan internal yang kuat", ungkapnya.

"Dewan pengawas memiliki peran penting dalam memastikan setiap pengajuan kredit diperiksa secara mendalam. Pengawasan yang baik sangat penting untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, dalam penjelasan Kejati Kaltim dalam penahanan dua pegawai Bankaltimtara itu, dijelaskan bahwa kredit fiktif itu disiapkan untuk modal kerja proyek pembangunan hunian tetap pascabencana di Sulawesi Tengah.

Dalam proses pengajuannya, PT Erda Indah, perusahaan yang mengajuykan kredit ke Bankaltimtara menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (SPPP) sebagai dasar pengajuan.

Akan tetapi, dari penjelasan Kejati Kaltim, surat-surat itu diduga fiktif atau palsu.

Sebelumnya, redaksi Arusbawah.co sudah menghubungi Rita Kurniasih, Pemimpin Sekretariat Perusahaan Bankaltimtara, untuk memperoleh informasi soal status kedua pegawai, yang kini telah menjadi tersangka.

Dalam konfirmasinya, Rita menyampaikan bahwa Bankaltimtara sangat menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan mendukung penuh upaya penegakan hukum yang dilakukan Kejati Kaltim.

“Kami mendukung penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Kaltim,” ujar Rita melalui pesan Whatsapp kepada redaksi Arusbawah.co pada, Senin (28/10/2024).

Saat ini pihak Bankaltimtara belum berikan sanksi apapun dan masih menunggu proses hukum yang sedang berjalan

Ditanya mengenai status kepegawaian tersangka dan sanksi apa yang akan dikenakan, Rita menjelaskan bahwa Bankaltimtara akan menunggu proses hukum yang sedang berlangsung sebelum mengambil keputusan terkait keduanya.

“Saat ini, keduanya masih berstatus sebagai pegawai Bankaltimtara,” ungkap Rita.

Diketahui, dalam situs resmi Bankaltimtara, dijelaskan bahwa bank ini telah menerapkan kebijakan anti penyuapan, sesuai dengan standar Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP).

Berdasarkan informasi dari situs resmi perusahaan, Bankaltimtara mengedepankan praktik bisnis yang bersih, beretika, dan bermartabat.

Dalam kebijakan anti penyuapan, tertutlis aturan mengenai pemberian sanksi tegas bagi pelanggaran yang melibatkan penyuapan atau tindakan korupsi lainnya.

Pada Poin kedelapan aturan itu menekankan bahwa sanksi akan diberikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Bankaltimtara. (wan)

Tag

MORE