Arus Terkini

Cerita Isman Wahyudi - Warga Samarinda Buka Pijat Kretek, Ramai Didatangi Pasien, Sebulan Tembus 200 Orang

Jumat, 11 April 2025 12:53

Wawancara Isman Wahyudi (53) pegawai Kelurahan Sempaja Barat, saat ditemui redaksi Arusbawah.co pada, Selasa (8/4/2025)/Irwan-Arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO - Di balik kesibukannya sebagai pegawai kelurahan di Sempaja Barat, Isman Wahyudi (53) seorang pria asal Kota Samarinda menyimpan keahlian tak biasa yakni pijat tulang belakang dengan teknik kretek-krretek.

Teknik yang awalnya lahir dari pengalaman pribadi ini, kini jadi layanan terapi alternatif yang banyak didatangi warga Kota Samarinda bahkan luar kota.

Bukan dari bangku akademik, Isman mengaku mulai belajar teknik pijat ini sejak ia sendiri mengalami gangguan serius pada tulang belakangnya pada tahun 2004.

Ia didiagnosis mengalami TBC tulang dan sempat menjalani operasi besar.

“Sakit parah waktu itu, 2004, setelah pulang umroh malah tambah parah. Ada cairan keluar dari tulang belakang. Operasi, disedot, cairannya sampai literan. Sampai tulangnya jadi lunak, bisa bengkok ke kanan ke kiri,” cerita Isman saat bercerita kepada wartawan Arusbawah.co, di kantornya pada, Selasa (8/4/2025).

Usai pulih dari sakit itu, Isman mulai peka terhadap orang yang mengalami keluhan serupa yang pernah ia alami.

Ia secara spontan mulai memijat rekan atau kerabat yang mengeluh sakit pinggang.

Tak disangka, banyak yang merasa terbantu dengan terapinya.

“Orang-orang mulai bilang, ‘Pak, kok sembuh ya setelah dipijit?’ Saya coba terus, dan makin yakin kalau teknik ini ada hasilnya,” lanjutnya.

Pada awalnya, kegiatan memijat hanya dilakukan Isman secara informal di sela-sela pekerjaannya sebagai karyawan di salah satu perusahaan tambang di Kaltim.

Namun permintaan terapi yang terus meningkat memaksa ia membuka layanan terapis dari rumah.

Baru pada 2015, ia membuka praktik di rumahnya yang berada di Jl. RE. Martadinata Gg Mawar No. 9, Teluk Lerong, Kota Samarinda.

“Dulu malam saya masih dipanggil-panggil ke rumah pasien. Tapi mulai 2015 saya putuskan buka di rumah, walau masih sederhana. Pas COVID sempat sepi, karena orang takut disentuh,” ujarnya.

Namun pandemi justru membawanya ke titik balik.

Selama masa Covid, Isman aktif belajar dari berbagai sumber daring, termasuk teknik terapi dari India, Uzbekistan, dan Thailand.

Ia juga mulai mempelajari konsep terapi dari tokoh internasional seperti Chris Leong.

“Selama COVID, saya ikut pelatihan online. Ada juga yang dari Prancis, saya ikuti walau bahasanya nggak paham, gerakannya saya hafalin,” ungkapnya.

Sejak itu, Isman mulai membangun keahliannya di media sosial.

Video-video terapi yang ia unggah ke TikTok, Instagram, dan YouTube mulai banyak ditonton.

Salah satu videonya bahkan ditonton lebih dari 5,7 juta kali.

“Waktu itu saya kaget juga. Video keretak-keretak kok bisa nembus jutaan views. Jadi makin banyak yang datang dari luar kota. Banyak juga yang datang setelah lihat di Google atau Instagram,” tuturnya.

Isman mencatat, dalam sebulan ia bisa menerima hingga 200 pasien.

Pada bulan November tahun lalu, misalnya, jumlah pasien mencapai 198 orang.

Ia memperkirakan, dalam setahun ia menangani sekitar 2.480 pasien.

“Hampir tiap hari sepuluh pasien. Dari jam 4 sore sampai 9 malam. Nggak ada hari libur, kecuali lebaran. Itu pun biasanya masih ada yang telepon,” jelasnya.

Jenis keluhan yang paling banyak ditanganinya adalah nyeri tulang belakang, gangguan pada pinggul, hingga pasien yang mengalami kesulitan bergerak akibat cedera.

“Pasien ada yang udah lumpuh tiga tahun, pinggul lepas. Tapi bisa berdiri lagi setelah diterapi. Saya selalu rekam biar orang percaya. Banyak yang bilang settingan, padahal semuanya nyata,” ujarnya.

Isman mengatakan, teknik keretek yang ia kembangkan bukanlah metode baru, tapi ia kemas dengan pendekatan modern.

Ia menggunakan istilah keretek agar mudah dicari masyarakat melalui internet.

“Kalau saya sebut bone setting, orang awam nggak paham. Tapi kalau dibilang keretek, langsung paham. Mudah dicari. Itu strategi saja,” jelasnya.

Berbeda dengan praktik pijat biasa yang hanya bertujuan membuat tubuh relaks, terapi Isman fokus pada penyembuhan struktur tubuh.

Ia menolak konsep terapi berulang kecuali pada kasus tertentu yang membutuhkan tindak lanjut.

“Kalau bisa sembuh, ya jangan balik lagi. Saya nggak pernah janji pasien harus datang rutin. Kecuali kasus khusus, misalnya cervical dystonia. Itu memang butuh beberapa kali,” katanya.

Menurut Isman, banyak tukang terapi masa kini yang hanya mengejar uang, tanpa bekal dan pelatihan memadai.

Ia menyesalkan banyaknya praktik tanpa izin dan terapi yang asal-asalan.

“Sekarang banyak yang baru belajar sebentar, langsung buka praktik, pasang iklan. Risiko buat pasiennya besar. Harusnya pelatihan itu total. Saya 20 tahun baru berani buka ke publik,” ungkapnya.

Isman juga menjelaskan bahwa proses terapi tidak sekadar menyentuh fisik.

Ia selalu memulai dengan pendekatan personal, menggali latar belakang pasien, dan memahami kondisi penyakit yang dialami pasiennya.

“Saya nggak langsung pegang. Saya tanya dulu, sakitnya gimana, sejak kapan. Sampai benar-benar paham. Tubuh itu akan merespons ketika kita kenal dan dipercaya,” jelasnya.

Bahkan, setelah terapi selesai, ia selalu memberi saran lanjutan.

Mulai dari posisi tidur, kebiasaan mengangkat galon, hingga konsumsi herbal alami seperti biji mahoni.

“Saya nggak jualan herbal, tapi saya rekomendasikan kalau bisa. Saya sendiri konsumsi biji mahoni buat diabetes. Dulu gula darah saya 200, sekarang stabil di angka 119,” katanya.

Teknik keretak milik Isman juga terbukti membantu pasien-pasien lansia yang mengalami kesulitan beribadah sholat akibat nyeri sendi.

“Banyak ibu-ibu yang nggak bisa lipat kaki. Jadi shalatnya duduk terus. Saya bantu terapi sampai mereka bisa ruku’ dan sujud lagi. Itu kepuasan yang nggak bisa dibayar,” tambahnya.

Kini, selain sibuk melayani pasien setiap hari, Isman terus membagikan edukasi lewat video pendek yang ia rekam sendiri.

Semua dilakukan sendiri, tanpa tim, dan tanpa kru.

“Saya nggak punya kameramen. Video saya cuma ngobrol sambil rekam. Tapi orang jadi nggak takut, karena lihat langsung prosesnya,” ujarnya.

Meski ramai di media sosial, Isman menolak disebut sebagai tabib atau dukun.

Ia menegaskan bahwa metode yang ia gunakan berdasarkan pengalaman, pelatihan, dan pemahaman anatomi tubuh yang dipelajari secara bertahap.

“Ini bukan sulap atau semacam dukunlah, tabib lah itu bukan. Tapi latihan bertahun-tahun dan keahlian ini dibantu dengan Allah swt. Saya nggak pernah berhenti belajar,” pungkasnya.

Ads Arusbawah.co
Tag

MORE