Arus Terkini

PT Jembayan Muara Bara Digeledah Kejati, Jatam Kaltim Ingatkan Kasus Tambang Ganggu Desa Mulawarman Kukar 

Jumat, 22 November 2024 13:6

Kolase Desa Mulawarman, penggeledahan Kejati Kaltim di Kantor PT JMB dan Mareta Sari, pihak Jatam Kaltim/ arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO - Penggeledahan yang dilakukan Kejati Kaltim di Kantor PT Jembayan Muara Bara (JMB) di Samarinda, turut awak redaksi pertanyakan kepada Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Mareta Sari.

Hal ini sehubungan dengan dugaan penyalahgunaan lahan transmigrasi yang jadi temuan awal hingga membuat kasus ini naik ke penyidikan dan dilanjutkan dengan penggeledahan kantor.

Pasalnya, persoalan penyalahgunaan lahan tranmisgrasi yang diduga dilakukan oleh PT JMB, masihlah belum terang benderang terungkap.

Awak redaksi pun menanyakan Mareta Sari, perihal soal lahan-lahan transmigrasi yang berada di sekitar kawasan PT JMB itu.

Dari sana, Mareta Sari kemudian menyampaikan salah satu contoh kasus, kawasan transmigrasi yang justru berubah fungsi menjadi kawasan pengeruk SDA, yakni Desa Mulawarman, Kukar.

Desa Mulawarman, sebuah kawasan transmigrasi di Dusun Karya Harapan RT 15, Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, menjadi contoh di mana warga transmigran justru kehilangan harapan karena adanya pertambangan batu bara.

Eta, demikian ia biasa disapa, mengungkapkan Desa Mulawarman dulunya kawasan subur yang dihuni para transmigran, kebanyakan berasal dari Lombok dan Bali.

“Mereka datang sekitar tahun 1970-an, membawa pengetahuan pertanian lokal untuk membangun kehidupan di wilayah baru ini," ungkap Mareta.

"Desa transmigrasi memang bertujuan untuk pemerataan penduduk dan mendukung ketahanan pangan lewat sektor pertanian,” jelas Mareta.

Namun, kehadiran tambang batu bara perlahan merusak tatanan hidup masyarakat.

Bukan hanya lahan pertanian yang hancur, tetapi sumber air juga ikut terdampak.

Menurut Mareta, sejak sekitar tahun 2018, banyak warga mulai meninggalkan Desa Mulawarman karena kondisi yang semakin sulit.

“Tanah mereka diambil, pertanian mereka terdampak, dan air bersih sulit didapatkan. Mereka tidak punya pilihan selain meninggalkan desa yang sudah mereka tinggali selama puluhan tahun,” lanjutnya.

Sebagian warga memilih kembali ke kampung halaman di Bali atau Lombok, sementara sebagian lainnya bertahan di tengah keterbatasan.

Mereka yang bertahan umumnya tidak memiliki alternatif tempat tinggal atau tidak tahu harus pergi ke mana.

Tag

MORE