ARUSBAWAH.CO – Kader Hijau Muhammadiyah Indonesia gelar Festival Ibu Bumi Menggugat di Samarinda pada Minggu (15/12/2024).
Kegiatan itu menjadi panggung diskusi publik membahas soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
Peraturan itu yang jadi dasar pemerintah untuk bisa memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan, termasuk juga untuk wilayah Kaltim.
Adinda Rahmadhani, Ketua Bidang Lingkungan Hidup Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kaltim, menjadi salah satu pembicara dalam diskusi itu.
Saat diwawancarai oleh redaksi Arusbawah.co, Adinda dengan tegas menyampaikan keberatan terhadap keterlibatan Muhammadiyah dalam pengelolaan tambang.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan yang selalu dijunjung oleh organisasi tersebut.
Adinda memaparkan, Muhammadiyah itu tanpa tambang pun sudah bisa bertahan dan berkembang pesat.
Ia melihat, keuntungan dari amal usaha Muhammadiyah seperti pendidikan dan kesehatan mencapai Rp525 triliun per tahun.
Itu baru dihitung dari kontribusi 2% anggota Muhammadiyah saja.
Jadi, kalau dibandingkan dengan keuntungan tambang, Muhammadiyah sebenarnya tidak butuh tambang untuk maju.
Menurut data, ia mengatakan pendapatan negara dari sektor tambang pada tahun 2021 mencapai Rp733 triliun.
Namun, Adinda menekankan bahwa pengelolaan tambang oleh organisasi keagamaan justru berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang tak sebanding dengan manfaatnya.
"Kenapa Muhammadiyah harus diberdayakan lewat tambang? Padahal, tanpa tambang pun Muhammadiyah sudah berdaya," tegasnya.
Adinda juga menyoroti Pasal 83 Ayat 1 dalam PP 25/2024, yang menyebutkan tujuan pemberian konsesi tambang adalah untuk pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.
Namun, ia menilai alasan tersebut tidak relevan bagi Muhammadiyah.
"Orang-orang Muhammadiyah itu sudah mapan secara ekonomi. Jadi, ini hanya akal-akalan saja untuk melibatkan agama demi mendapatkan dukungan massa," ujarnya.
Ia pun mengkritisi keterlibatan agama dalam proyek tambang, yang sering kali menjadi tameng untuk legitimasi kebijakan.
"Kalau agama terus-menerus dipakai sebagai alat politik, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. Agama itu kan seharusnya jadi pedoman, bukan alat untuk mengejar keuntungan material," ungkapnya.
Adinda menegaskan bahwa generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap organisasi keagamaan.
"Kalau Muhammadiyah sampai terlibat dalam tambang, ini bakal jadi titik balik kepercayaan. Anak muda sudah mulai bingung mau percaya pada siapa lagi," pungkasnya. (wan)