Arus Publik

Kuasa Hukum RSHD Febronius Kusi Bantah Dugaan Malpraktik, Sebut Tindakan Medis Sudah Sesuai Prosedur

Jumat, 9 Mei 2025 19:6

KUASA HUKUM - Wawancara Kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD), Febronius Kusi Kefi di Kantor Advokat Jl. Tengkawang/Arusbawah.co

ARUSBAWAH.CO -  Kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda, Febronius Kusi Kefi, akhirnya angkat bicara soal tudingan malpraktik yang dilayangkan Ria Khairunnisa (35) melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Samarinda, Kamis (8/5/2025). 

Dugaan itu muncul setelah Ria menjalani operasi usus buntu pada Oktober 2024 lalu, yang menurutnya dilakukan tanpa dasar pemeriksaan medis memadai.

Febronius menegaskan bahwa pihaknya menghormati semua proses yang dilakukan oleh kuasa hukum korban maupun DPRD Samarinda. 

Ia menilai, upaya hukum adalah hak warga negara yang dijamin undang-undang.

“Sepanjang apa yang disampaikan dalam RDP itu adalah hak mereka. Kami sebagai kuasa hukum rumah sakit menanggapi somasi secara terbuka. Kalau ada indikasi malpraktik, silakan tempuh jalur hukum yang sah. Tidak ada yang kami tutupi, semua sesuai prosedur yang berlaku.” ujar Febronius saat ditemui awak media di Kantornya di Jl. Tengkawang, Kamis (8/5/2025).

Dalam keterangannya, Febronius menyebut pihaknya telah melakukan analisis internal atas tuduhan tersebut. 

Ia memastikan bahwa semua prosedur medis telah dijalankan sesuai standar oleh dokter dan perawat yang menangani.

“Kami sudah konfirmasi ke dokter dan perawat yang menangani langsung. Rekam medis pasien sudah kami telaah, semua langkah medis tepat. Tidak benar jika dikatakan tidak ada dasar pemeriksaan. Rumah sakit menjalankan tindakan sesuai indikasi medis yang ada.” lanjutnya.

Terkait ketidakhadiran pihak RSHD dalam forum RDP, Febronius mengaku tidak menerima undangan resmi dari DPRD Samarinda.

Ia menegaskan, ketidakhadiran bukan bentuk menghindar, melainkan karena tidak adanya konfirmasi yang ia terima.

“Kami tidak hadir karena memang tidak mendapat undangan. Bisa dicek ke bagian keamanan rumah sakit, tidak ada konfirmasi. Kalau ada, tentu kami akan datang dan memberi penjelasan. Kami juga ingin perkara ini terang dan tidak dibesar-besarkan.” ucap Febronius.

Febronius menyesalkan pemberitaan yang menurutnya mulai condong dan tidak berimbang. 

Ia berharap media bisa menyajikan informasi yang netral dan tidak menggiring opini sebelum proses hukum berjalan.

“Kami minta agar media juga memberitakan dengan netral. Jangan sampai rumah sakit diposisikan seolah bersalah. Ini belum masuk ke proses hukum, masih di tahap klarifikasi. Kami punya bukti, dan siap menghadapi semua langkah hukum.” bebernya.

Sebelumnya, dalam forum RDP DPRD Samarinda, Ria Khairunnisa menyampaikan dugaan malpraktik setelah operasi usus buntu yang dilakukan pada 17 Oktober 2024 di RSHD. 

Ia merasa dipaksa menjalani operasi tanpa bukti medis kuat dan tanpa persetujuan penuh.

Kuasa hukum Ria, Titus Tibayan Pakalla, menyebut tindakan itu melanggar hak pasien. 

Ia juga mengungkap bahwa operasi dilakukan tanpa prosedur standar seperti tes darah dan urin, serta tanpa transparansi terhadap rekam medis.

“Yang kami sesalkan adalah kenapa pasien harus dipaksa operasi, padahal klien kami tidak punya uang sepeser pun. Tidak ada hasil USG atau rekam medis yang diperlihatkan. Ini bentuk pemaksaan medis dan pelanggaran hak pasien.” ungkap Titus kepada redaksi Arusbawah.co di hari yang sama

Titus mengatakan, pascaoperasi, kondisi Ria justru memburuk. 

Ia mengalami demam, muntah, dan tidak diterima kembali saat hendak dirawat ulang di rumah sakit yang sama. 

Bahkan, rujukan menyatakan pasien stabil meski dibawa dalam kondisi lemah.

“Dia dibawa pakai ambulans dalam kondisi setengah sadar. Tapi surat rujukannya bilang pasien stabil dan menolak dirawat. Padahal justru perawat yang menyuruh pindah rumah sakit Ini manipulasi fakta, dan sangat kami sayangkan.” lanjut Titus.

Peristiwa itu bermula ketika Ria mengalami muntah dan diare usai mengonsumsi dodol ketan. 

Setelah menjalani perawatan awal di Klinik Islamic Center dan RS Dirgahayu, ia dirujuk ke RSHD karena kamar penuh.

Ria mengaku, dua hari dirawat di RSHD tanpa pernah bertemu dokter. 

Ketika sudah merasa pulih, justru mendadak dijadwalkan operasi usus buntu tanpa diskusi. 

Ia menolak, namun disebut hanya diberi dua pilihan, operasi atau bayar biaya penuh.

“Tidak ada pilihan. Dia dipaksa operasi tanpa dasar ilmiah. Tidak ada tes darah, tidak ada tes urin, langsung tindakan. Ini fatal, melanggar UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004. Pasien berhak tolak tindakan medis dan berhak tahu informasi.” tambah Titus.

Titus menambahkan, upaya damai telah ditempuh, namun ditutup oleh pihak rumah sakit dan dokter. 

Titus memastikan akan melanjutkan langkah hukum jika komunikasi tetap buntu.

“Kami tidak cari sensasi, tapi keadilan. Kalau jalur damai tidak dibuka, kami siap ke pengadilan. Ini bukan soal uang, tapi soal martabat dan hak pasien. Kami akan perjuangkan sampai titik akhir.” pungkasnya.

(wan)

Ads Arusbawah.co

 

Tag

MORE