Namun, ia menyoroti pentingnya peran bank milik daerah yang seharusnya menjadi hal yang utama bagi perekonomian daerah, terutama dalam menjaga kepercayaan publik.
“Kejadian seperti ini jelas menurunkan citra bank daerah. Masyarakat bisa mulai berpikir bahwa pengajuan kredit di bank daerah menjadi lebih mudah diakses namun dengan risiko tinggi, terutama karena pengawasan di internal bank dipertanyakan”, tambahnya.
Hairul Anwar mengungkapkan bahwa peristiwa ini berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap bank milik pemerintah.
Ia menekankan bahwa publik kini memiliki tuntutan lebih tinggi terhadap keamanan dana yang mereka simpan.
Hairul Anwar juga menyayangkan masih digunakannya SPK (Surat Perintah Kerja) proyek sebagai jaminan untuk pengajuan kredit.
Menurutnya, SPK seharusnya tidak lagi dijadikan dasar untuk menjamin kredit, apalagi jika proyek terkait berada di luar wilayah Kaltim, yang artinya lebih sulit dikontrol.
“Jika SPK yang dijadikan jaminan terlambat dibayarkan, apa yang bisa disita? Inilah yang membuat kasus kredit fiktif dengan jaminan SPK menjadi sulit diantisipasi oleh bank, terlebih bank pemerintah,” ungkap Hairul.
Ia menilai kasus ini harus dievaluasi lebih mendalam pada kebijakan kredit di Bankaltimtara.
Hairul menekankan pentingnya kebijakan untuk memastikan bahwa jaminan yang digunakan dalam pemberian kredit dapat dipertanggungjawabkan.
Menurutnya, bank seharusnya memiliki kebijakan yang lebih ketat terkait jaminan kredit.
“Bankaltimtara perlu mengevaluasi penggunaan SPK sebagai jaminan. Di era modern ini, sudah seharusnya bank dapat memanfaatkan aplikasi cek kredit dari BI atau OJK untuk memastikan kredibilitas calon nasabah,” jelasnya.
Hairul Anwar juga menyampaikan bahwa pemberian kredit sebaiknya tidak hanya mengandalkan dokumen seperti SPK, tetapi juga menilai rekam jejak kreditur.
Soal dugaan kredit fiktif di Bankaltimtara ini, tim redaksi Arusbawah.co turut menghubungi Parjiman, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltimtara.
Ia sampaikan soal pengawasan perbankan, khususnya pada Bankaltimtara, Parjiman menjelaskan bahwa OJK selalu menjalankan pengawasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan.
Dalam pengawasannya, OJK melakukan dua pendekatan: on-site dan off-site.
"Pemeriksaan on-site melibatkan kunjungan langsung dan peninjauan seluruh aspek operasional bank. Sementara itu, pemeriksaan off-site dilakukan melalui analisis laporan keuangan untuk memantau kesehatan bank secara keseluruhan," ungkap Parjiman.
Menurutnya, hal itu bertujuan untuk untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang perkembangan usaha dan keadaan keuangan Bank.
Tag