Arus Publik

Akademisi Unmul Respon Video Aksi Pemukulan Oknum Polisi di Demo Depan Kantor DPRD Kaltim, Bunyinya Begini... 

Selasa, 3 September 2024 9:30

Orin Gusta Andini, Akademisi Unmul Samarinda/ Foto: IST

ARUSBAWAH.CO - Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Orin Gusta Andini memberikan tanggapan mengenai aksi pemukulan oleh oknum kepolisian kepada salah satu pengunjuk rasa saat aksi demonstrasi di gedung DPRD kaltim hari Senin, (26/8/29) lalu.

Orin Gusta Andini mengonfirmasi kepada Tim Redaksi terhadap video yang beredar, bahwa dia juga menonton aksi pemukulan yang sebelumnya viral di media sosial itu.

“Ya ada saya melihatnya (menonton), video pemukulan oleh oknum polisi tersebut, tersebar di sosial media beberapa waktu yang lalu,” ucap Orin Gusta Andini saat diwawancarai via WhatsApp pada hari Sabtu, (30/8/24) pukul 19:00 WITA.

Menanggapi kejadian itu, Orin Gusta Andini juga menjelaskan tindakan yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut telah melanggar kode etik profesi Kepolisian.

“Secara internal juga seharusnya diproses karena melanggar kode etik profesi sebagai polri,” ucap Orin Gusta Andini.

Perbuatan salah satu oknum kepolisian tersebut yang terekam dan tersebar luas itu juga dinilai oleh Orin Gusta Andini bahwa dapat dikategorikan sebagai pidana dan penganiayaan.

“Dibuktikan saja perbuatannya, perbuatan seperti itu bisa saja menjadi tindak pidana penganiayaan,” ujarnya.

“Bisa juga dijatuhi berupa sanksi kode etik, karena aturan profesi polri yang ada melarang perbuatan koersif ke pengunjuk rasa," tambahnya lagi.

Orin Gusta Andini juga memberi saran kepada korban yang menjadi sasaran pemukulan oknum polisi itu.

“Korban punya hak untuk melaporkan peristiwa itu dan sebaiknya didampingi LBH,”ucapnya.

Sebagai informasi, Syahril salah satu mahasiswa menjadi korban pemukulan oleh aparat kepolisian dalam aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Kaltim pada Senin (26/8/2024).

Diwawancara via sambungan telepon dan pesan WhatsApp pada Selasa (27/8/2024) lalu, Syahril membenarkan dirinya mengalami kekerasan berupa pemukulan di bagian kiri rahang wajahnya.

Video pemukulan mahasiswa itu sempat terekam digital dan beredar di media sosial serta aplikasi perpesanan WhatsApp.

“Iya mas, saya ikut dan saya juga kena dalam insiden itu,” ucap Syahril.

Lebih lanjut, adanya aksi kekerasan oleh aparat kepolisian itu sebenarnya bertentangan dengan aturan pada kepolisian itu sendiri.

Hal ini karena, polisi dilarang untuk melakukan kekerasan saat bertugas, kecuali untuk mencegah kejahatan.

Itu sebagaimana tertuang dalam dalam Pasal 10 huruf c Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Di Pasal 10 huruf c Perkap ini berbunyi, “Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct), yaitu tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan, membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan.”.

Tak hanya itu, larangan melakukan kekerasan saat bertugas juga tertuang dalam Perkap yang sama, yakni pada Pasal 11 Ayat 1 huruf j, Pasal 24 huruf b, Pasal 27 Ayat 2 huruf h, dan Pasal 44.

Dalam Perkap di atas, disebutkan tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum.

Polisi yang melakukan tindakan melanggar HAM wajib mempertanggungjawabkan sesuai dengan kode etik profesi kepolisian, disiplin dan hukum yang berlaku.

Sanksi ini tertuang dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Perkap Nomor 14 ini juga mengatur tentang larangan melakukan kekerasan saat polisi bertugas.

Dalam Pasal 13 Ayat 1 huruf e tertulis, “Setiap anggota Polri dilarang berperilaku kasar dan tidak patut.” Sementara Pasal 15 huruf e berbunyi, “Setiap anggota Polri dilarang bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang. (dil)

Tag

MORE