ARUSBAWAH.CO - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) secara tegas menolak usulan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi, yang kini menjadi bagian dari revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba yang diajukan sebagai inisiatif oleh DPR RI.
Koordinator Pusat BEM SI, Herianto, mengungkapkan bahwa kampus seharusnya fokus pada pendidikan dan bukan terlibat dalam bisnis pengelolaan tambang.
“Kami menolak keras. Kampus itu tujuannya untuk mendidik, bukan jadi tempat bisnis,” ujar Herianto kepada awak media, Jumat (23/1/2025).
Herianto menegaskan bahwa jika perguruan tinggi diberi kewenangan untuk mengelola tambang, maka mahasiswa berisiko menjadi obyek bisnis yang merugikan mereka.
“Ini jelas di luar koridor tujuan pendidikan tinggi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Herianto mempertanyakan pandangan Forum Rektor yang mendukung usulan pengelolaan tambang dengan alasan dapat menurunkan biaya kuliah dan memberi pendapatan tambahan bagi kampus.
“Kalau memang Forum Rektor bilang ada manfaat, kenapa bukan mereka saja yang diberi tambang, seperti organisasi masyarakat (Ormas)? Jangan menjual nama perguruan tinggi untuk keuntungan para rektor,” tegasnya.
Herianto juga mengingatkan pengalaman buruk mahasiswa terkait kebijakan kampus yang sering kali membebani biaya.
“Kami pernah memperjuangkan pembatalan kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) dan IPI (Iuran Pengembangan Institusi) yang sangat tinggi,” jelasnya.
Menurutnya, jika kampus terlibat dalam pengelolaan tambang, mahasiswa berpotensi menanggung beban finansial lebih berat ketika terjadi kerugian.
“Jika tambang mengalami kerugian, siapa yang akan menanggung? UKT dan IPI mahasiswa pasti naik,” lanjutnya.
Kritikan juga disampaikan oleh Herianto terhadap kemampuan perguruan tinggi dalam mengelola tambang, mengingat kampus tidak memiliki pengalaman dalam sektor tersebut.
“Bahkan ahli tambang pun tidak langsung sukses mengelola tambang tanpa risiko. Jika kampus ikut, mahasiswa pasti dilibatkan, dan beban finansial mereka akan meningkat,” ujar Herianto.
Di samping itu, BEM SI juga melontarkan kritik terhadap pemerintah terkait kebijakan pengesahan RUU Minerba yang lebih cepat diproses dibandingkan dengan RUU Perampasan Aset yang sudah didorong sejak 2008.
Herianto mempertanyakan, “Kenapa RUU Perampasan Aset, yang jelas-jelas didukung rakyat dan mahasiswa, tidak pernah dibahas? Padahal itu untuk kepentingan publik.”
Dia menegaskan bahwa pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan pengesahan RUU Perampasan Aset, yang diyakini dapat membawa manfaat untuk rakyat, dibandingkan dengan kebijakan yang berpotensi merugikan dunia pendidikan.
“Sehingga kita seharusnya mendesak RUU Perampasan Aset yang disahkan, bukan RUU Minerba,” tambahnya.
Sebagai informasi, RUU Minerba yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna ke-11 DPR RI pada Kamis (23/1/2025) mengusulkan beberapa perubahan penting.
Di antaranya adalah pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak hanya untuk ormas keagamaan, tetapi juga untuk UMKM dan Perguruan Tinggi.
Baleg DPR juga mendorong agar lahan pertambangan di bawah 2.500 hektar diprioritaskan untuk UMKM, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sebelumnya dikelola oleh Kementerian Keuangan, kini diusulkan untuk dikelola oleh Kementerian ESDM. (pra)