ARUSBAWAH.CO - Seorang warga Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) RK (35), klaim menjadi korban peminjaman uang oleh seorang oknum aparatur sipil negara (ASN) di salah satu kelurahan sejak Agustus 2019.
Uang senilai Rp60 juta yang dipinjam oleh oknum tersebut dijanjikan akan dikembalikan dalam setahun, namun hingga kini, lima tahun kemudian, sisa utang masih belum dilunasi.
Dalihnya, peminjaman itu dilakukan untuk pengerjaan jalan proyek di Samarinda.
“Oknum meminjam uang untuk melakukan pengerjaan jalan proyek pemerintahan. Penjelasannya sesuai di kuitansi untuk bayaran pembiayaan modal pembangunan sarana dan prasarana kelurahan di salah satu wilayah Kecamatan Samarinda Ulu,” jelas RK.
RK menyebut bahwa setelah satu tahun, oknum tersebut hanya mengembalikan Rp20 juta dengan alasan kelebihan dana dari proyek yang katanya hanya memakan biaya Rp40 juta.
Sejak saat itu, meski telah berulang kali menagih, hingga kini sisa uang Rp40 juta belum juga dikembalikan. Oknum ASN tersebut kini telah pindah tempat kerja, dan keluarga dari pihak oknum menolak bertanggung jawab.
RK mengungkapkan bahwa ia telah meminta bantuan dari Pemerintah Kota Samarinda karena status oknum sebagai ASN. Namun, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil karena pemerintah hanya menemui satu pihak dan oknum tidak mengakui peminjaman tersebut.
“Awalnya saya dimediasi untuk bertemu dengan oknum tersebut, tapi pemerintah hanya menemui sepihak dan tidak mengakui kejadian tersebut,” ungkap RK.
Upaya mediasi kembali dilakukan pada pertemuan kedua dengan bantuan TRC PPA Kaltim, namun hasilnya tetap nihil.
Hingga kini, oknum yang terlibat tidak pernah bersedia bertemu untuk menyelesaikan masalah.
Lebih lanjut, Euis Agustin, Kuasa Hukum TRC PPA Kaltim, menambahkan bahwa pihaknya menerima laporan korban pada 12 Agustus 2024 dan langsung melakukan koordinasi dengan TWAP (Tim Wali Kota Bidang Pemerintahan).
Mereka kemudian berkomunikasi dengan Pak Arif, Kepala bidang Pemerintah Kota Samarinda, yang berjanji akan memanggil oknum tersebut.
“Kami bertemu dengan Pak Arif pada 19 Agustus 2024 di Balai Kota, namun setelah pertemuan tersebut, hingga kini belum ada tindakan,” ujar Euis saat ditemui di Kafe Kana, pada Sabtu, (21/9/2024).
Euis juga menegaskan bahwa pihaknya akan melanjutkan langkah hukum ke kepolisian jika pemerintah tidak segera menindaklanjuti masalah ini.
“Karena tidak ada tindak lanjut dari pemerintah, kami akan melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian,” tutupnya.
Dengan belum adanya kejelasan dari pihak pemerintah, RK dan tim kuasa hukumnya kini berharap kasus ini bisa diselesaikan melalui jalur hukum. (Ale)