Arus Politik

Soal Aktivis Suarakan soal Dinasti Politik, Akademisi Unmul: Jika Berbasis Fakta, Harusnya Dilindungi 

Selasa, 22 Oktober 2024 13:19

Syaiful Bachtiar/ Foto: HO

ARUSBAWAH.CO - Dinamika kepemimpinan dinasti politik di Indonesia kembali mencuat seiring tahapan Pilkada yang semakin dekat.

Aktivis semakin vokal mengkritik fenomena politik ini, yang dinilai merugikan tatanan demokrasi. Di sisi lain, fenomena ini tetap berlangsung tanpa ada larangan normatif yang mengatur.

Saiful Bachtiar, pengamat politik dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Mulawarman, menjelaskan kepemimpinan dinasti politik di Indonesia bukan hal baru.

“Politik dinasti merujuk pada hubungan kekerabatan, misalnya orang tua atau anak yang terlibat dalam politik. Selama ada hubungan darah, hal ini termasuk dalam klasifikasi dinasti politik,” ujarnya pada Selasa (22/10/2024).

Dalam wawancara bersama redaksi ArusBawah, Saiful sapaan akrabnya. menekankan pentingnya kebebasan berpendapat dan keterbukaan dalam ruang publik.

Aktivis yang menyuarakan kritik terkait dinasti politik, menurutnya, harus dilindungi sepanjang kritik tersebut faktual.

“Kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Jika kritiknya berbasis fakta, harusnya dilindungi,” jelasnya.

Namun, Saiful juga mengingatkan, dalam konteks politik praktis, setiap individu yang terjun ke dunia politik harus siap menerima kritik dan pengawasan publik.

“Ketika seseorang memilih jalur politik, ia harus siap ‘ditelanjangi’ dalam tanda petik oleh publik,” tambahnya.

Secara normatif, menurut Saiful, tidak ada larangan dalam konstitusi yang mengatur dinasti politik, baik dalam Pilpres maupun Pilkada.

Meski demikian, ada kekhawatiran etis terkait efektivitas fungsi pemerintahan ketika dijalankan oleh individu-individu yang memiliki hubungan kekerabatan.

“Secara etika, publik khawatir apakah fungsi pemerintahan bisa berjalan maksimal, terutama jika kekuasaan berada dalam satu keluarga. Ada kekhawatiran terkait penegakan hukum dan potensi praktik nepotisme,” ujarnya lagi.

Dalam sejarah politik Indonesia, Saiful menuturkan pandangan masyarakat kepada dinasti politik kerap membawa dampak negatif

“Fakta menunjukkan bahwa pengaruh dinasti politik lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif. Bahkan ada yang mengubah aturan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) demi mendahulukan kepentingan keluarga,” ungkapnya.

Aktivis yang berani mengkritik politik dinasti, menurut Saiful, merupakan bagian penting dari demokrasi.

Kritik yang mereka sampaikan bukanlah hal yang akan memengaruhi jumlah pemilih secara signifikan, tetapi lebih sebagai pengingat bagi publik akan potensi masalah yang bisa muncul dari politik dinasti.

“Suara aktivis mungkin tidak terlalu berdampak pada jumlah pemilih, tetapi kritik mereka sangat penting. Sepanjang itu faktual, mereka dilindungi konstitusi. Namun, jika kritik tersebut hoaks, maka pihak yang dirugikan berhak mencari keadilan,” tegasnya.

Fenomena dinasti politik di Indonesia, meskipun tidak dilarang secara normatif, tetap menjadi perhatian publik karena potensi dampaknya terhadap pemerintahan yang efektif.

“Kritik aktivis dan pengawasan publik menjadi bagian penting dalam menjaga agar dinamika politik tetap berjalan dengan sehat,” pungkasnya. (ale)

Tag

MORE