Feature

Kisah Penjual Gado-gado Berkeliling Dari Tenggarong ke Samarinda

Minggu, 3 April 2022 7:0

Ibu Susi keliling jualan gado-gado disekitar jalan anggur, kelurahan Sidodadi, Samarinda Ulu, Samarinda

Sudah enam tahun lamanya Ibu Susi jualan gado-gado. Menggunakan angkutan umum dari Tenggarong ke Samarinda. Setiap hari jualan dilokasi berbeda dengan berat bawaannya sekitar 30 kilogram

SAMARINDA, Arusbawah.co - "Gado-gado, Pencok".

Begitu ibu Susi biasa berteriak menawarkan jualannya. Suaranya terdengar halus, dialegnya yang lembut sudah familiar di telinga para pelanggannya.

Setapak demi setapak ia menyusuri jalan sedikit menanjak di Gang Salon Nonik, Jalan Anggur, kelurahan Sidodadi, Samarinda, Kaltim.

Siang itu pukul 13.30 Wita, matahari begitu terik di kota Samarinda, Jumat Pekan Lalu. Tubuhnya tegak, menjunjung kotak kayu persegi empat di atas kepalanya. Berisi cobek besar, kerupuk, dan berbagai sayuran. Ditangannya ada ember berisi lontong. Semua bawaannya berbungkus plastik untuk menghalau debu.

"Sudah sama lontong, berat bawaan saya ini sekitar 30 kilogram,"katanya.

Ibu Susi seorang wirausaha dibidang kuliner, Gado-gado dan Pencok. Setiap hari ia menjajakan jualannya dilokasi berbeda.

Waktu itu merupakan jadwalnya berjualan disekitaran jalan Anggur. Jualan Gado-gado dan Pencok telah menjadi tumpuan ekonomi Ibu Susi selama enam tahun ini.

Ibu Susi penjual gado-gado dari Tenggarong ke Samarinda saat menyajikan gado-gado ke pelanggan

Dia memang jualan di Samarinda, tapi ia merupakan pedagang keliling yang tinggal di RT 30 Danau Lipan, kota Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar).

Perempuan 43 tahun ini bercerita, sejak subuh mulai berjibaku menyiapkan kebutuhan jualannya. Harus rampung sebelum pukul 09.00 Wita. Sebab, jam 10 sudah siap-siap berangkat dari Tenggarong ke Samarinda.

Perempuan enam anak ini bukanlah satu-satunya. Dia bersama temannya membentuk kelompok berjumlah 11 orang. Sokongan untuk membayar sewa angkot menuju Samarinda.

Nilai sewa angkot beragam, mulai dari Rp60 ribu hingga Rp150 ribu. Tergantung jarak tempuh diantara mereka.

"Kalau semua sudah siap, kita langsung komunikasi sama angkot, sekarang kan saya di Jalan Anggur, bayarnya 60 ribu. Kalau di Palaran juga 60 ribu, di Sanga-sanga 150 ribu, kalau di Sungai meriam itu 120 ribu,"paparnya.

Tiba di Samarinda mereka langsung keliling, berjualan hingga sore. Dijemput kembali sama angkot sekitar pukul 20.00 Wita.

"Sama angkot itu sudah janjian, nanti akan dijemput ditempat yang sudah kita tentukan, disini (Jalan Anggur) nanti jam 5 sore saya jualan sudah mendekati jalan Kadrie oening, sekitar SMPN 7. Karena nanti jam 8 malam saya akan dijemput disana,"jelasnya.

Bagi dia, cara berjualan seperti itu cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarganya. Rata-rata dalam sehari ia mampu meraup omset Rp 450-500 ribu.

penulis : Jifran

Tag

MORE