ARUSBAWAH.CO - Rabu (28/8/2024) jadi hari penting bagi Edi Damansyah - Rendi Solihin.
Dua orang yang menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kukar itu memutuskan untuk kembali bersama, mencalonkan diri untuk bakal calon kepala daerah Kukar periode 2025 - 2030.
Keduanya akhirnya memutuskan untuk mendaftar dalam perhelatan Pilbup Kukar 2024.
Proses menuju pencalonan itu sempat tak mulus, diwarnai isu, yang hingga berita ini ditulis pun, isu tersebut masih berhembus.
Ini berkaitan dengan masa jabatan Edi Damansyah, dan apakah dia sudah terhitung dua kali periode masa jabatan atau baru satu periode.
Lahir di Ngayau, 2 Maret 1965, Edi Damansyah sempat menjabat beberapa jabatan pemerintahan sebelum akhirnya duduk sebagai Kukar 01.
Kasubag Tata Pemerintahan, Pj Asisten Pemerintahan dan Hukum, hingga Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kukar adalah beberapa jabatan yang pernah diemban.
Puncaknya, Edi Damansyah pun duduk di level tertinggi ASN di Kota Raja, saat menjabat Sekda Kukar periode 2013 - 2016.
Makin moncer, ia kemudian dipilih Rita Widyasari sebagai pendamping pada Pilbup Kukar 2015, dan akhirnya menang.
Rita Widyasari - Edi Damansyah kemudian dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih periode 2016 - 2021.
Belum lengkap dua tahun Rita Widyasari menjabat Bupati Kukar periode kedua, ia terkena kasus di komisi anti rasuah.
Pada 2017 akhir, Rita Widyasari sudah ditahan oleh KPK.
Berlanjut, di 16 Januari 2018, Rita Widyasari kemudian ditetapkan tersangka kasus dugaan pencucian uang.
Sejak akhir 2017 itu pula, terjadi kekosongan jabatan bupati di Kukar.
Pemerintah kemudian mengambil keputusan, dikarenakan sesuai dengan UU Nomor 23/2014, kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang menjalankan tugas dan kewenangannya
Adalah Awang Faroek, Gubernur Kaltim saat itu, yang menunjuk Edi Damansyah sebagai Plt Bupati Kukar menggantikan Rita Widyasari.
Penunjukan Edi Damansyah itu dilakukan berdasarkan surat Mendagri Nomor 131.64/4709/SD, tanggal 6 Oktober 2017.
Fix, di tanggal itu, Edi Damansyah kemudian memegang tampuk pemerintahan di Kukar sebagai Plt Bupati.
Jabatan itu terus dilaksanakan Edi Damansyah hingga 16 bulan sejak ditunjuk Awang Faroek sebagai Plt Bupati Kukar.
Barulah, di 14 Februari 2019, Edi Damansyah dilantik sebagai Bupati Kukar definitif oleh Gubernur Awang Faroek.
Berlanjut, di Pilbup Kukar 2020, Edi Damansyah kemudian maju berpasangan dengan Rendi Solihin.
Pilkada saat itu, Edi - Rendi melawan kotak kosong. Hasilnya, mereka menang.
Adanya beda jabatan antara Plt dan Bupati definitif Kukar ini yang kemudian menjadi isu dalam pencalonan Edi Damansyah di Pilkada Kukar 2024.
Isu ini berkaitan dengan adanya Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Nomor 10 Tahun 2016 yang pada poinnya menjabarkan soal seseorang yang ingin mencalonkan sebagai kepala daerah seharunya belum pernah menjabat dalam jabatan sama selama dua kali masa jabatan.
Di sinilah persoalan itu muncul.
Pertanyaannya adalah apakah masa jabatan Edi Damansyah ketika menjabat sebagai Plt. Bupati Kukar dan Bupati definitif itu dihitung sebagai satu periode jabatan?
Ataukah, penghitungan itu hanya dilakukan saat Edi Damansyah hanya menjabat sebagai Bupati definitif saja?
Karena, jika Edi Damansyah dinilai menjabat sebagai bupati sejak ditunjuk sebagai Plt Bupati pada 2017, maka, Edi Damansyah terhitung sudah menjalani periode 1 kali periode jabatan.
Tetapi, jika perhitungan dilakukan hanya ketika Edi Damansyah menjabat Bupati definitif pada 2019, Edi Damansyah tak terhitung menjabat 1 kali periode jabatan.
Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009 mengatur bahwa “masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan”.'
Simplenya, Edi Damansyah jabat Plt Bupati + Bupati definitif (lebih dua tahun 6 bulan)
Sementara saat Edi Damansyah jabat Bupati definitif saja (kurang dari dua tahun 6 bulan).
Dalam proses pencalonan kepala daerah, KPU telah mengeluarkan peraturan terbaru yakni PKPU Nomor 8 Tahun 2024.
Di PKPU itu, ada beberapa hal juga diatur terkait dengan proses pencalonan kepala daerah.
Detailnya, ada di BAB III Persyaratan Pencalonan dan Calon, Bagian Ketiga Persyaratan Calon pada Pasal 19 (isi lengkapnya ada di grafis)
Di poin (c) Pasal 19 itulah yang dinilai memberatkan Edi Damansyah, karena dengan jelas menuliskan "masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara".

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Warkhatun Najidah menjadi salah satu akademisi yang tim redaksi pertanyakan mengenai adanya PKPU itu dengan majunya Edi Damansyah.
Dia jelaskan bahwa frasa dalam PKPU itu sudah sangat jelas, yakni saat Edi Damansyah menjabat Plt atau pun Bupati definitif, itu sudah masuk masa jabatan.
"Kenapa harus dihitung (saat Plt)? Posisinya itu kan pasangan. Pasangan itu menjalankan fungsinya sama, yaitu fungsi eksekutif, sebagai pejabat. Jadi bukan dihitung itu oh, bupati terpilihnya ini, wakilnya menggantikan, itu sendiri-sendiri. Tidak. Itu satu paket. Namanya satu paket itu bukan sekadar bupatinya siapa, wakil bupatinya siapa," katanya, Senin (26/8/2024).
"Jadi tidak dibedakan (antara Plt dan Bupati definitif). Memangnya Plt itu bukan jabatan? Jabatan itu," lanjutnya lagi.
Terlepas dari itu, Warkhatun Najidah, menekankan ke depan, bola ada di KPU.
"Bolanya di KPU ini," katanya.
"Hari ini KPU harus pasang logika yang betul-betul matang hukumnya, karena berkemungkinan digugat akibat perspektif yang berbeda. Ya kan?," ucapnya.
Najidah pun jelaskan lagi soal itu.
"Misalkan dia meloloskan (Edi - Rendi), pasti berkemungkinan dari pihak lawan dan sebagainya, untuk menggugat. Karena punya legal standing. Itu logika legal standing ya. Kalau aku misalnya jadi lawannya, oh tak gugat ini," ucapnya.
Dan andaikan KPU tak loloskan Edi, pihak partai dan Edi-Rendi pun bisa juga menggugat.
"Andaikan tak diloloskan, Pak Edi juga bisa menggugat lagi itu KPU," jelasnya.
"Kasian KPU ini. Menurut saya, kalau sama-sama berpelung digugat, meloloskan atau tak meloloskan, udahlah jangan cari celah yang macam-macam. Cari alasan hukum yang kuat. Tapi saya pikir dari sudut pandang normatif saja, ini tidak cukup mengartikan sebuah instrumen hukum yang berfragmen sama politik. Di PKPU itu sudah klir, jelas," katanya.
Tim redaksi sudah mencoba melakukan konfirmasi, kepada Edi Damansyah.
Melalui sambungan telepon, panggilan tak dijawab, hingga tiga kali dilakukan panggilan di waktu berbeda.
Pesan Direct Message melalui Instagram pun sudah dilayangkan, dan belum mendapat balasan.
Sementara itu, Rendi Ismail menjawab bahwa PKPU yang baru saat ini, sudah ada.
"Sebelum PKPU terbit? PKPU itu turunannya. Turunan dari putusan MK," ucapnya singkat ketika ditemui saat menerima SK Rekomendasi PDI Perjuangan beberapa hari lalu.
Di pihak PDI Perjuangan, Bendahara DPD PDI Perjuangan Kaltim, Muhammad Samsun, di hari yang sama juga menjelaskan soal pencalonan Edi-Rendi itu.
"Artinya partai pun sudah mempertimbangkan terkait dengan beberapa hal yang saat ini ramai digunjingkan di kawan-kawan. Bahwa setelah dipertimbangkan secara matang, memperhatikan melihat PKPU yang ada, maka kami berpendapat bahwa Pak Edi Damansyah dan Rendi Solihin itu tetap bisa diusung untuk menjadi calon bupati dan wakil bupati," ucap M. Samsun
"Sudah melewati pertimbangan-pertimbangan tersebut tentunya. Kalau punya pertimbangan yang lain, silakan. Barangkali mungkin dasarnya yang berbeda," katanya. (pra)